KATA PENGANTAR
بِـسْمِ اللهِ
الّرَحْمَنِ الَّرَحِيْمِ
Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT,
yang telah memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya hingga makalah ini dapat
selesai.
Selawat beserta salam kehadirat junjungan alam
baginda Rasulallah SAW, kemudian ucapan terima kasih kepada ibu Innayatillah,
M. Ag yang telah memberikan kesempatan dan waktu untuk menyelesaikan makalah
ini.
Terima kasih kepada pembaca, yang telah membaca
makalah sederhana ini. Dan besar harapan segenap penulis makalah ini, agar
pembaca sudi kiranya memberikan kritikan dan saran yang dapat membangun untuk
makalah ini kedepannya. Amin
Banda Aceh, 14 januari 2011
Penulis
Bagian I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Dalam setiap dekade kehidupan, waktu terus
berputar bagai roda, bagian yang bawah kadang keatas dan sebaliknya. Bagitu
juga dengan perjalanan sejarah kerajaan-kerajaan Islam.
Sepeninggalan Rasulullah Islam sudah tersebar
di seantero jazirah Arab, Islam terus melakukan expansi di bawah kendali pada
khalifah Ar-Rasyidin dan selanjutnya dilanjutkan oleh rezim Umayyah kemudian rezim
Abbasyiah, di akhir pemerintahan Abbasiyah Islam semakin merosot selama
beberapa abad.
Ditengah-tengah keterpurukan isLam muncullah
tiga kerajaan besar, kerajaan Turki Usmani ( Ottoman ) di Turki, kerajaan Safawiyah
di Persia dan kerajaan Mughal di India. Dalam makalah ini penulis akan
mengangkat pembahasan tentang Kerajaan Safawiyah, dari awal berdirinya hingga
akhir pemerintahannya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah awal berdirinya kerajaan Safawi
dan perkembangannya ?
2.
Bagaimana kemajuan kejaraan Safawi ?
3.
Dan bagaimana kemunduran kerajaan Safawi ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk megetahui sejarah berdirinya Kerajaan
Safawiyah.
2.
Mempelajari kemajuan yang dialami Kerajaan
Safawi.
3.
Dan mempelajari kemunduran kerajaan tersebut.
Bagian II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Muncul dan Berkembang
Kerajaan Safawi
1. Proses Pembentukan Kerajaan Safawi
Kerajaan Safawi berdiri secara resmi
di Persia pada 1501 M. Namun kerajaan ini tidak berdiri sendiri. Peristiwa
tersebut berkaitan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dalam rentang waktu
yang cukup panjang. Yakni kurang lebih 2 abad, waktu yang hampir sama dengan
usia kerajaan Safawi. Cikal bakal Safawi tumbuh lambat laun, tapi pasti menuju
zaman yang penuh dengan muatan historis yang sangat penting.
Secara etimologis nama kerajaan “Safawi” berasal
dari kata Safi yang diambil nama seorang sufi bernama Safi Al-din Ishaq
Al-Ardabili lahir pada tahun 1252 M pendiri tarekat Safawiyah dan bukan dari
kata sufi. 6 tahun sebelum Hulagu Khan menghancurkan Baghdad, ia lahir di kota Ardabil
sebuah kota paling Timur dari Azerbaijan. Sejak kecil ia sudah menggemari amalan
keagamaan dan kehidupan sufistik.
“Pada usia 25 tahun ia belajar pada seorang
sufi bernama Zahid Tajuddin, di Jailan dekat laut Kaspia. Kurang lebih selama
25 tahun, kemudian beliau diangkat menjadi menantu, setelah gurunya wafat ia
mengantikan kedudukan gurunya sebagai guru tarekat, tarekat ini kemudian
dikenal Tarekat Safawi yang berpusat di Ardabil”.[1]
Adapun mengenai asal usul keturunan Safi Al-din
masih menjadi problematika kontroversial. “Menurut keluarga Safawi Safi Al-din Ishaq
Al-Ardabili adalah keturunan dari Musa Al-Kazim imam ketujuh dari Syiah Imam yang
dua belas. Oleh karena itu, ia termasuk keturunan Rasulullah SAW dari garis
puterinya Fatimah. Namun menurut pendapat yang lain Safi Al-din adalah penduduk
asli Iran dari Kurdistan yang berbahasa Turki yang di pakai di wilayah Azerbaijan,
ia dianggap beraliran syiah tetapi juga sunni yang bermazhab Syafi’i sedangkan
penggantinya yang kedua Khawaja Ali merupakan penganut syiah moderat”.[2]
Sebelum menjadi kerajaan, Safawi mengalami 2
fase pertumbuhan pertama fase dimana safawi bergerak dibidang keagamaan (cultural)
dan kedua sebagai gerakan politik (struktural).
Pada tahun 1301 - 1447 M gerakan Safawi
masih murni gerakan keagamaan dengan tarekat Safawiyah sebagai sarana, tarekat
ini mempunyai pengikut yang sangat besar hal ini terjadi karena pada saat itu,
umat umumnya hidup dalam suasana apatis dan pasrah melihat anarki politik yang
berkecamuk. Hanya dengan kehidupan keagamaan lewat sufisme, mereka mendapat persaudaraan
tarekat, dan mereka merasa aman dalam menjalin persaudaraan antar muslim.
Pada fase pertama ini gerakan tarekat Safawi tidak
mencampuri masalah politik sehingga dia berjalan dengan aman dan lancar baik
pada masa Ilkhan maupun pada masa penjarahan Timur Lenk. Dan dalam fase ini gerakan Safawi mempunyai
dua corak, pertama bernuansa Sunni yaitu pada masa pimpinan Safiuddin Ishaq (
1301 - 1344) dan anaknya Sadruddin Musa (1344 - 1399), kedua berubah menjadi Syiah
pada masa Khawaja Ali (1399 - 1427). Perubahan ini terjadi karena ada
kemungkinan bertambahnya pengikut Safawi di kalangan syiah sehingga
kepemimpinannya berusaha menyusuaian diri dengan aliran manyoritas pendukungnya.
2. Perubahan dari Sistem Sosial-Organik ke
Sistem Religio-Politik
Pada masa 1447 - 1501 M, gerakan Safawi
memasuki fase kedua yaitu sebagai gerakan politik. Kecenderungan memasuki dunia
politik terwujud pada masa kepemimpinan Juned (1447 - 1501 M). Juned mengubahnya menjadi gerakan politik
revolusioner dengan tarekat Safawi sebagai sarananya.
Gerakan ini mulai terlibat dalam konflik
politik antara dua kerajaan Turki yang berkuasa saat itu. Kara Koyunlu ( Black
Sheep) beraliran syiah berkuasa dibagian Timur dan Ak Koyunlu (White sheep)
beraliran Sunni berkuasa dibagian Barat di bawah imperum Usmani. Tarekat Safawi
memperluas tarekatnya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan.
Perluasan ini menimbulkan konflik dengan Jahansyah penguasa Kara Koyunlu pada tahun
1447 M Juned kalah dan diasingkan dari Ardabil.
Juned kemudian meminta suaka politik pada raja
Ak Koyunlu sekaligus mengadakan aliansi politik untuk bersama-bersama
menghadapi Kara Koyonlu. Hal ini dilakukannya untuk mendapatkan wilayah sebagai
baris gerakan Safawi.
Perubahan Safawi dari gerakan keagamaan menjadi
gerakan politik cukup menarik, karena sebagai tarekat sufi yang lebih bersifat Ukhrawi
kemudian menjadi duniawi (profan),
faktor utama yang menyebabkan adanya perubahan tersebut ada pada ajaran tarekat
itu sendiri yaitu hubungan antara pemimpin tarekat dengan pengikut-pengikutnya.
Pemimpin tarekat yang disebut Mursyid
mempunyai wakil di daerah-daerah tertentu tempat pengikut-pengikutnya berada,
anggota tarekat harus tunduk secara mutlak kepada Mursyid dan wakilnya itu.
Oleh karena itu, ikatan antara pemimpin dengan pengikutnya sangat kuat sehingga
semacam ada hierarki spiritual. Dalam tarekat Safawi pemimpin yang meninggal
dunia selalu digantikan oleh anaknya seperti dalam kepemimpinan dinasti, ini
menjadi modal dasar yang mendorong perubahan tersebut jika pemimpin seperti Juned
memiliki ambisi politik para pengikutnya dapat disulap menjadi tentara yang
fanatik dan mendukung ambisi politik pemimpinnya.[3]
Selama dalam suaka Ak Koyunlu baik Juned maupun
Haidar bin Juned telah melakukan kegiatan politik seperti Juned menikahi
saudara Uzun Hasan (Raja Ak Kayunlu). “Aliansi politik ini diperkuat lagi
dengan pernikahan Haidar bin Juned dengan Putri Uzun Hasan sendiri, dari istrinya
sendiri Despin Katrina, puteri Kaloo Juhannis, seorang raja Kristen dipantai Timur
Laut Hitam”.[4] Tapi
menurut buku Munawiyah, dkk, Sejarah Peradaban Islam, dikatakan bahwa Haidar menikah
dengan cucu Uzun Hasan bukan dengan putri Uzun Hasan sendiri, dari perkawinan Haidar
lahir Ali, Ismail dan Ibrahim, Ismail-lah yang kemudian hari menjadi pendiri Kerajaan
Safawi dan menetapkan syiah sebagai mazhab negara.
Pada tahun 1459 M Juned berusaha menyerang
Ardabil tetapi gagal kemudian pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut Sircassia dan
juga daerah Utara yang didiami orang Kristen Georgia tetapi pasukan yang di pimpinnya
di hadang oleh tentara Sirwan dan ia terbunuh dalam pertumpuran tersebut.
Haidar pun mengikuti jejak ayahnya ia membantu Ak
Koyunlu menyerang Kara Koyunlu setelah Ak Koyunlu menumbangkan Kara koyunlu
pada tahun 1467 M, aliansi Safawi dengan Ak Koyunlu menjadi guncang. Ak Koyunlu
menganggap Safawi sebagai lawan politik yang dapat membahayakan Ak Koyunlu.
Ketika Haidar mencoba merebut Sisilia ( Sirkasia
) daerah-daerah Kristen di Utara dan Sirwan, Ak Koyunlu mengirimkan bantuan
militer kepada Sirwan. Pasukan Haidar kalah ia pun terbunuh. “Kecenderungan Haidar
menyerang daerah-daerah Kristen di Utara di mungkinkan untuk
memperoleh daerah pijakan yang akan memperkuat basis politik yang independen
karena selama ini Safawi hanya merupakan dinasti politik spiritual tanpa tanah
air”. [5]
“Meskipun Haidar belum mewujudkan cita-cita
gerakan Safawi namun ia sempat memberikan atribut kepada pendukung-pendukungnya
berupa serban merah yang berumbai 12, sehingga mereka terkenal dengan sebutan Qizilbas (kepala merah). Rumbai 12 yang
menjadi lambang Syiah isna ‘asyar (12 imam) mempunyai pengaruh yang besar dalam
menanamkan fanatisme dan militansi para pengikut syiah”.[6]
3.
Berdirinya Kerajaan Safawi Secara Resmi
Setelah kematian Haidar, Ali
menggantikan ayahnya, ia didesak bala tentara untuk menuntut balas atas
kematian ayahnya, tapi Ali di tangkap oleh Ya’kub (Raja Ak Koyunlu), lalu
dibuang ke Fars bersama ibu dan dua orang saudaranya Ibrahim dan Ismail selama
4 tahun setengah (1589 – 1593 M).
Situasi
itu mendorong pengikut-pengikut Safawi di Persia, Armenia, Anatolia dan Syiria
mengonsolidasikan kekuatan sendiri, hingga Ali di lepaskan. Tetapi ketika
penguasa Ak koyunlu di pegang oleh Rustam, Ali di tangkap dan dibuang ke Ray
sampai akhirnya dibunuh. Sebelum meninggal Ali sempat mengangkat adik bungsunya
Ismail bin Haidar yang waktu itu berusia tujuh tahun untuk menjadi pemimpin Safawi.
Dalam
waktu lima tahun, Ismail berhasil menghimpun kekuatan yang cukup besar dan
bermarkas di Gilan. Pada tahun 1501 M, pecah pertempuran antara Ak koyunlu
dengan Safawi di Sahrur dekat Nakhiwan dengan kemenangan di pihak Safawi.
Ismail memasuki kota Tabris dengan penuh kebanggaan dan memproklamasikan
berdirinya Kerjaan Safawi. Ia sendiri menjadi raja pertamanya dan menjadikan Syi’ah
sebagai ideologi negara.
4. Perkembangan Kerajaan
Safawi
Ismail memerintah selama 23 tahun (1501 –
1524). Selama sepuluh tahun pertama pemerintahannya, Ismail berhasil memperluas
wilayah pemerintahan sampai mencakup seluruh wilayah Persia dan sebelah Timur
Fertile Creshen. Pada tahun 1502 M, Ismail telah menduduki Sirwan, Azerbaijan
dan Irak. Pada 1503 M, ia menghancurkan sisa-sisa tentara Ak Koyunlu di
Hamadzan. Pada tahun 1504 Ismail menduduki Provinsi Kaspia dari Mazandaran dan
Curgan. Diyar Bakr ditaklukkan pada
tahun 1505 M, dan Baghdad jatuh ketangannya pada tahun 1508 M. Pada tahun 1510
M ia menguasai Khurasan setelah terlibat
dalam pertempuran dengan Syaibani Khan, raja Uzbek. Kemenangan beruntun itu
merupakan sukses mewujudkan kerajaan Safawi yang membentang dari Heart (Harat) di Timur sampai Diyar Bark di Barat.
Bahkan
tidak sampai di situ saja, ambisi politik mendorongnya untuk terus
mengembangkan wilayah kekuasaan ke daerah-daerah lainnya seperti Turki Usmani.
Ismail Berusaha merebut dan mengadakan expansi ke wilayah kerajaan Usmani (1514
M) tapi dalam peperangan ini Ismail mengalami kekalahan, Turki di bawah
pimpinan Sultan Salim dapat menduduki Tabris. Kerajaan Safawi terselamatkan
dengan pulangnya Sultan Usmani ke Turki, karena terjadi perpecahan di kalangan
militer Turki di negerinya “ kekalahan ini membuat Ismail I berubah, ia lebih
sering menyendiri, menempuh kehidupan hura-hura dan berburu. Keadaan ini
berdampak negatif pada Kerajaan Safawi, hingga akhirnya terjadi persaingan
dalam merebut pengaruh untuk dapat memimpin, antara pimpinan suku-suku Turki,
pejabat, keturunan Persia dan Qizilbash”.[7]
“Penyebab utama terjadi peperangan antara Safawi dan Usmani menurut Syalabi
adalah pemaksaan faham Syi’ah terhadap mayoritas faham Sunni, dan lebih kejam
Ismail I telah membunuh ulama Sunni di daerah Irak. Sehingga turki merasa
terpanggil dengan kebiadaban Syi’ah”.[8]
Sepeninggal
Ismail I, permusuhan dengan Kerajaan Usmani terus berlanjut, terjadi beberapa
perang antara keduanya yaitu pada masa Tahmasp 1 (1524-1576), Isamail II
(1576-1577) dan Muhammad Khudabanda (1577-1587) pada masa tiga Raja Safawi
mengalami kelemahan, karena sering berperang dengan kerajaan Usmani yang lebih
kuat, dan juga sering terjadi pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaan
Safawi sendiri.
Kerajaan
Safawi bertahan lebih 2 abad dengan pemimpin sebagai berikut:
1)
Ismail I (1501-1524 M)
2)
Tahmasap I (1524-1576 M)
3)
Ismail II (1576-1577 M)
4)
Muhammad Khudabanda ( 1577-1587 M)
5)
Abbas I ( 1587-1628 M)
6)
Safi Mirza (1628-1642 M)
7)
Abbas II (1642-1667 M)
8)
Sulaiman (1667-1694 M)
9)
Husein I (1694-1722 M)
10)
Tahmasap II (1722-1732 M)
11)
Abbas III (1732-1736 M)
B. Wujud dan Corak Kemajuan Kerajaan Safawi
1. Kemajuan di Bidang Politik
Masa kemajuan Kerajaan Safawi tidak
langsung terjadi pada masa Ismail, Raja pertama (1501-1524 M) kejayaan Safawi yang
gemilang baru di capai pada masa Syah Abbas yang Agung (1587-1628 M) Raja yang
kelima. Walaupun begitu, peran Ismail sebagai pendiri Safawi sangat besar sebagai
peletak pondasi bagi kemajuan Safawi di kemudian hari. Dia telah memberikan
corak yang khas bagi Safawi dengan menetapkan Syiah sebagai mazhab negara. Syah
Ismail juga telah memberikan dua karya besar bagi negaranya, yaitu perluasan
wilayah dan penyusunan struktur pemerintahan yang unik pada masanya.
Seperti di katakan
sebelumnya Safawi jaya pada masa Abbas I (1587-1628). Syah Abbas yang Agung naik tahta pada usia 17
tahun. Ketika Abbas memerintah kerajaan Safawi berada dalam keadaan tidak
stabil. Syah Abbas menempuh beberapa langkah untuk memperbaiki situasi
tersebut, antara lain:
a) Menghilangkan
dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru
yang terdiri dari bekas tawanan perang bekas orang-orang Kristen di Georgia dan
Circhasia yang sudah mulai di bawa ke Persia sejak Syah Tahmasap I (1524-1576)
di beri nama “ Ghulam”.
b) “Mengadakan
perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara berjanji menyerahkan wilayah
Azerbaizan, Georgia dan sebagian wilayah Luristan, dan tidak akan menghina tiga
khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar, Usman) dalam khutbah jum’atnya”[9].
Secara politik Syah Abbas I sangat
maju, karena ia mampu mewujudkan integritas wilayah negara yang luas yang di
kawal oleh suatu angkatan bersenjata yang tangguh. Angkatan bersenjata yang di
sebut “ghulam”, dalam proses
pembentukannya di katakan bahwa Syah Abbas I mendapat dukungan dari dua orang Inggris
yaitu Sir Antoni Sherly dan saudaranya Sir Rodet Sherly. Mereka mengajari
tentara Safawi untuk membuat meriam sebagai pelengkapan negara yang modern.
Kedatangan kedua orang Inggris itu oleh sebagian sejarawan di pandang sebagai
upaya strategi Inggris untuk melemahkan pengaruh Turki Usmani di Eropa yang
menjadi musuh besar Inggris saat itu. Bagaimanapun dengan bantuan dua orang
Inggris itu Syah Abbas memiliki tentara dapat diandalkan. Hal ini terbukti
sekitar 3.000 Ghulam di jadikan “Cakrabirawa” oleh Syah sendiri.
Kemajuan lain di bidang
politik yang di tunjukkan Syah Abbas, yaitu keberhasilannya merebut kembali
daerah-daerah yang pernah di rebut Turki Usmani.
2. Kemajuan di bidang Ekonomi
Dengan angkatan perang “ghulam” Syah Abbas
mampu melakukan expansi pada tahun 1598 M Abbas I menguasai Heart (Harat), Marw
dan Balkh. Kemudian pada tahun 1622 M berhasil menguasai Kepulauan Hurmuz, dan
pelabuhan Gumrun.
Perkembangan pesat di
sektor perdagangan terjadi setelah Abbas I menguasai kepulauan Hurmuz dan
mengubah Pelabuhan Gumrun menjadi Bandar Abbas. Hal ini di karenakan Bandar ini
merupakan salah satu jalur dagang antara Barat dan Timur. Dengan ini, Safawi
telah memegang kunci perdagangan Internasional, khususnya di teluk Persia yang
ramai, di Utara Safawi menjalin Hubungan perdagangan dengan Rusia. Perdagangan
di darat dari sentral Asia melalui kota-kota penting di Safawi seperti Harat,
Merf, Nighafur, Tabriz, dan Baghdad. Di bidang pertanian, Safawiyah mengalami
kemajuan karena daerah Bulan Sabit yang subur (Fertile Creshen).
3. Kemajuan di Bidang Seni Arsitektur
Ibu kota Safawi adalah kota yang sangat
indah. Pembangunan besar-besaran dilakukan Syah Abbas terhadap Ibu kotanya
Isfahan.pada saat Syah Abbas I meninggal, terdapat 162 buah Masjid, 48 buah
Perguruan tinggi, 1082 Losmen yang luas untuk penginapan tamu syah dan 237 unit
pemandian umum. “Bangunan yang paling terkenal adalah Mesjid Luthfullah yang di
bangun pada 1603 M dan selesai 1618 M, merupakan sebuah Oratorium yang di
sediakan sebagai tempat peribadatan pribadi Syah. Pada sisi bagian selatan
terdapat mesjid kerajaan yang mulai di bangun pada 1611 M dan selesai pada 1629
M pada sisi bagian Barat berdiri Istina Ali Qapu yang merupakan gedung pusat
pemerintahan. Pada sisi bagian Utara berdiri bangunan monumental yang menjadi
simbol bagi gerbang menuju bazar kerajaan dan sejumlah pertokoan, tempat pemandian,
Caravansaries, mesjid dan perguruan”[10].
Syah Abbas juga membangun Istana yang megah yang di sebut Chihil Sutun atau
Istana empat puluh tiang,sebuah jembatan besar di atas sungai Zende Rud dan
Taman Bunga Empat Penjuru.
4. kemajuan di bidang Filsafat dan Sains
Pada Kerajaan Safawi Filsafat dan Sains
bangkit kembali di dunia islam, dan khususnya di kalangan orang Persia yang
berminat tinggi pada perkembangan kebudayaan. Perkembangan ini erat kaitannya
dengan Aliran Syiah yang di tetapkan Safawi sebagai ideologi resmi Negara.
Dalam Syiah terdapat
dua golongan, yakni Akbari dan Ushuli. Mereka berbeda dalam memahami ajaran
agama. Akbari cenderung berpegang teguh kepada hasil ijtihat para mujtahit
syiah yang sudah mapan. Sedangkan ushu;li mengambil langsung vdari Al-qur’an
dan Hadits, tanpa terikat kepada para mujtahid. Golongan Ushuli inilah yang
paling berperan pada masa Syafawi. Dibidang teologi mereka mendapat dukungannya
dalam mazhab Muktazilah pertemuan kedua elemen
kelompok inilah yang berperan pada terwujudnya perkembangan baru dalam
bidang filsafat dan ilmu pengetahuan di dunia Islam yang kemudian melahirkan
beberapa filosuf dan Ilmuan.
Ada dua aliran filsafat
yang berkembang pada masa Safawi yaitu “aliran filsafat perifatetik” seperti
yang bdikemukakan oleh Aristoteles dan Al-farabi, dan “aliran filsafat israqi”
yang di bawa oleh Suhrawardi pada abad
XII.
Beberapa tokoh filsafat
yang muncul pada masa Safawi antara lain Mir Damad alias Muhammad Baqir Damad
1631 M yang dianggap sebagai guru ketiga setelah Aristoteles dan Al-farabi, dan
Mulla Shadra atau Shadr Al-din Al-Syirazi. “Menurut amir Ali ia adalah seorang
dialektikus yang paling cakap di zamannya”,[11]
dan Baha Al-Syerazi seorang generalis Ilmu Pengetahuan.
“Dalam pengembangan
ilmu pengetahuan Syah Abbas sendiri ikut aktif dalam penelitian ilmu-ilmu
tersebut, Kota Qumm pada saat itu menjadi pusat pengenbangan kebudayaan dan
penyelidikan mazhab Syiah terbesar”[12].
C. Kemunduran dan
Kehancuran Kerajaan Safawi
Sepeninggal Abbas I,
kerajaan Safawi berturut-turut dipimpin oleh enam raja, yaitu Safi Mirja (1628
- 1642 M), Abbas II (1642 – 1667 M), Sulaiman (1667 – 1694 M), Husein (1694 –
1722 M), Tahmasap II (1722 – 1732 M) dan Abbas III (1733 – 1736 M). Pada masa
raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkkan grafik naik dan
berkembang, tapi justru memperlihatkan yang akhirnya membawa kepada kehancuran.
Raja Safi Mirza (cucu Abbas I) juga menjadi penyebab kemunduran Safawi karena
dia seorang raja yang lemah dan sangat kejam terhadap pembesar-pembesar
kerajaan. Di lain sisi dia juga seorang pencemburu yang akhirnya mengakibatkan
mundurnya kemajuan-kemajuan yang
diperoleh pemerintahan sebelumnya (Abbas I).
Kota Qandahar lepas dari
kekuasaan Safawi, diduduki oleh kerajaan Mughal yang ketika itu diperintah oleh
Syah Jehan, sementara Baghdad direbut oleh kerajaan Turki Usmani. Syah Abbas II
adalah raja yang suka minum-minuman keras hingga ia jatuh sakit dan meninggal.
Sebagaimana Abbas II, Sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam
terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya rakyat bersikap masa bodoh
terhadap pemerintahan. Ia diganti oleh Syah Husein yang alim. Ia memberi
kekuasaan yang besar kepada para ulama Syi’ah yang sering memaksakan pendapat
penganut aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan sunni Afghanistan,.
Pemberontakan bangsa Afgan tersebut terjadi pertama kali pada tahun 1709 M di
bawah pimpinan Mir Vais yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Pemberontakan
lainnya terjadi di Heart, suku Ardabil Afghanistan berhasil merebut masyad. Mir
Vais di gantikan oleh Mir Mahmud dan ia dapat mempersatukan pasukannya dengan
pasukan Ardabil, sehingga ia mampu merebut Afghan dari kekuasaan Safawi. Karena
desakan dan ancaman dari Mir Mahmud, Syah Husein akhirnya mengakui kekuasaan
Mir Mahmud dan mengangkatnya menjadi gubernur di Qandahar dengan gelar Husein
Quli Khan (budak Husein).dengan pengakuan ini, Mir Mahmud makin leluasa
bergerak sehingga tahun 1721 M, ia merebut Qirman dan tak lama kemudian ia
menyerang Isfahan dan memaksa Syah Husein menyerah tanpa syarat. Pada tahun
1722 M Syah Husein menyerah dan Mir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh
kemenangan.
Salah seorang putra Husein yang bernama Tahmasap II, mendapat
dukungan penuh dari suku Qazar dari Rusia, memproklamasikan dirinya sebagai
raja yang sah atas Persia dengan pusat kekuasaan di kota Astarabat. Tahun 1726
M, Tahmasap II bekerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi
dan mengusir bangsa Afghan yang menduduki Isfahan. Asyraf, pengganti Mir
Mahmud, yang berkuasa di Isfahan digempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir
Khan tahun 1729 M. Asyraf sendiri terbunuh dalam peperangan itu dengan demikian
Kerajaan Safawi kembali berkuasa. Namun pada tahun 1732 M, Tahmasap II di pecat
oleh Nadir Khan dan di gantikan oleh Abbas III (anak Tahmasap II) yang ketika
itu masih sangat kecil. Empat tahun setelah itu 1736 M, Nadir Khan mengangkat
dirinya sebagai raja menggantikan Abbas III, dengan demikian berakhirlah
kekuasaan Kerajan Safawi di Persia.
Adapun sebab-sebab
kemunduran dan kehancuran Kerajaan Safawi yaitu:
1.
Adanya konflik yang berkepanjangan dengan Kerajaan
Usmani berdirinya Kerajaan Safawi yang bermazhab Syiah merupakan sebuah Ancaman
Bagi Kerajaan Usmani sehingga tidak pernah ada perdamaian antara kedua kerajaan
besar ini.
2.
Terjadinya dekandensi moral yang melanda
sebagian pemimpin kerajaan Safawi, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran
kerajaan ini. Kerajaan Sulaiman pecandu narkotik dan menyenangi kehidupan malam
selama tujuh tahun tidak pernah sekalipun menempatkan diri menangani
pemerintahan, begitu pula dengan Syah Husein.
3.
Pasukan Ghulam yang di bentuk Abbas I ternyata
tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi seperti QizilBash. Hal ini di
karenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental kerena tidak di persiapkan
secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Kemorosotan aspek kemiliteran
ini sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan
kerajaan Safawi.
4.
Sering terjadinya konflik internal dalam bentuk
perebutan kekuasaan di kalangan keluarga Islam.
5.
“ulama mulai meragukan otoritas Syah yang
berlangsung secara turun temurun, sebagai penanggung jawab pertama atas ajaran
Islam syiah”.[13]
Bagian III
PENUTUP
Kesimpulan
1) Kerajaan Safari
berasal dari sebuah Tarekat Sufi. Nama Safawi di ambil dari nama pendiri
tarekat tersebut Safi Al-din Ishak Al-Ardabily.
2) Kemajuan
kerajaan Safawi terjadi pada masa pemerintahan Syah Abbas I, ia berhasil
memperbaiki system politik dan perekonomian kerajaan sehingga banyak
gedung-gedung yang di bangun pada masa pemerintahan. Gedung yang di bangun oleh
Abbas I antara lain 162 unit Mesjid, 48 unit perguruan tinggi, 1082 unit Losmen
untuk tamu syah, 237 unit pemandian umum. Bangunan yang palin terkenal adalah
Mesjid Lutfullah, Istana Chihil Sutun, jemabatan besar di atas sungai Zende Rud
dan Taman Bunga Empat Penjuru.
3) Kemunduran
Safawi terjadi karena setelah Abbas I tidak ada lagi pemimpin Safawi yang
secakap Abbas I dalam hal kepemimpinan. Dan terjadi konflik internal di dalam
Kerajaan Safawi sendiri, di tambah lagi konflik dengan Turki Usmani.
DAFTAR PUSTAKA
Munawiyah, dkk. Sejarah Peradaban Islam, Banda Aceh : PSW IAIN Ar-Raniry
Banda Aceh, 2009.
Ira. M. Lapidus. Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian 1 dan 2, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2000.
Kafrawi Ridwan (Ed). Ensiklopedi Islam jil.4. Jakarta PT. Ichtiarfanhoev, 1998.
Cyril Glase; penerjemah Ghufron. A. Mas’adi, Ensiklopedi Islam (ringkas Edisi 1).
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002.
Ajid Tohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Islam: Melacak Akar-Akar
Sejarah Sosial, Politik dan Budaya umat Islam Ed 1-2, Jakarta: Rajawali
Pers, 200.
Musyrifa Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan ILmu Pengetahuan
Islam, Jakarta: Kencana, 2007.
Hamka, Sejarah
Umat Islam (Ed.Baru), Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, 2005.
Suwito dan Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2005.
[1] Kafrawi
Ridwan, dkk. (Ed). Ensiklope Islam, jld 4 ( jakarta: PT Ichtiar Van
Hoeve. 1994 ). Hal. 176.
[2] Ajid Thohir,
Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia
Islam : Melacah Akar-akar Sejarah Sosial Politik dan Budaya Umat Islam. Ed
1-2 ( Jakarta : Rajawali Pers , 2009 ).
Hal. 168.
[7] Badri Yatim
, Sejarah Peradaban Islam Dirasah
Islamiyah II (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008). h.142.
[10] Ira. M.
Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam
bagian 1 dan 2, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000). h. 453.
[12] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam, ( Jakarta: Kencana, 2007). h. 253.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar