BAB
I
IBADAH
A.
Pengertian Ibadah
Ibadah adalah bahasa Arab yang secara etimologi
berasal dari akar kata عبد-
يعبد- عبدا- عبادة yang berarti taat, tunduk, patuh, merendahkan
diri dan hina. Kesemua pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan.
Seseorang yang tunduk, patuh, merendahkan dan hina diri di hadapan yang di
sembah disebut abid (yang beribadah). Budak disebut dengan عبد karena dia harus
tunduk dan patuh serta merendahkan diri terhadap majikannya.[1]
Sedangkan
menurut terminologis ialah suatu usaha kita untuk mendekatkan diri hanya kepada Allah. Dan sebutan yang mencakup
seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza Wa Jalla, baik berupa ucapan
atau perbuatan yang zahir maupun yang bathin[2].
Pengertian umum ibadah tersebut
termasuk segala bentuk hukum, baik yang dapat dipahami maknanya (ma’qulat
al-ma’na) seperti hukum yang menyangkut muamalah pada umumnya, maupun yang
tidak dapat dipahami maknanya (ghair ma’qulat al-ma’na) seperti thaharah dan
shalat, baik yang berhubungan dengan anggota badan seperti ruku’ dan sujud
maupun yang berhubungan dengan lidah seperti dzikir dan hati seperti niat.
Kata yang berasal dari bahasa
Arab itu telah menjadi bahasa Melayu yang terpakai dan dipahami secara baik
oleh orang-orang yang menggunakan bahasa Melayu atau Indonesia. Dalam istilah
melayu ibadah diartikan sebagai perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah
yang didasari ketaatan untuk mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Juga diartikan: segala usaha lahir dan
batin sesuai dengan perintah Tuhan untuk mendapatkan kebahagiaan dan
keselarasan hidup, baik terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun
terhadap alam semesta.[3]
Dengan
begitu ibadah di gunakan atas dua hal:
Pertama:
menyembah, yaitu merendahkan
diri kepada Allah SWT dengan melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya karena rasa cinta dan mengagungkan-Nya.
Kedua: Yang disembah dengannya, yaitu meliputi segala sesuatu yang
dicintai dan diridhahi oleh Allah SWT berupa perkataan dan perbuatan, yang
nampak dan tersembunyi seperti, doa, zikir, shalat, cinta, dan yang semisalnya.
Maka melakukan shalat misalnya adalah merupakan ibadah kepada Allah SWT. Maka
kita hanya menyembah Allah SWT semata dengan merendahkan diri kepada-Nya,
karena cinta dan mengagungkan-Nya, dan kita tidak menyembahnya kecuali dengan
cara yang telah disyari'atkan-Nya.
Sesuatu akan bernilai ibadah, jika memenuhi persyaratan :
1. Iman kepada Allah dan Hari akhir. Karenanya amal orang kafir
seperti fatamorgana.
2. Didasari niat ikhlas (murni) karena Allah, sebagaimana hadis :
Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya. dan bagi
segala sesuatu tergantung dari apa yang ia niatkan.
3. Dilakukan sesuai dengan petunjuk Allah.
Ibadah pada dasarnya merupakan pembinaan diri menuju taqwa.
Setiap upaya ibadah memiliki pengaruh positif terhadap keimanan, lawanya adalah
maksyiat yang berpengaruh negatif terhadap keimanan.
Iman bertambah dan berkurang. Bertambahnya iman
dengan ibadah, berkurang karena ma'syiat (Hadis)
B. Macam-macam
Ibadah
Secara garis besar ibadah itu
dibagi dua yaitu ibadah pokok yang dalam kajian Ushul fiqh dimasukkan ke dalam hukum wajib, baik wajib ’aini atau wajib kifayah. Yang termasuk ke dalam ibadah pokok itu adalah yang
menjadi rukun islam: seperti, shalat, zakat, puasa dan haji, yang kesemuanya
didahului oleh ucapan syahadat.[4]
Sebagai sifat dari seluruh
perbuatan yang disuruh Allah mengandung mangfaat, maka ibadah itu pun
mangfaatnya sangat besar, baik mangfaatnya sudah dicapai oleh akal manusia atau
belum. Dari segi hubungan yang di timbulkan dalam ibadat itu ada yang memang
murni untuk Allah dan tidak dirasakan secara langsung oleh orang lain; seperti
shalat dan puasa.
Macam-macam
ibadah ditinjau dari berbagai segi,
Dari
segi ruang lingkupnya, ibadah dapat dibagi kepada dua macam :
a. Ibadah khashsah (khusus) yaitu ibadah
yang ketentuan dan cara pelaksanaannya secara khusus ditetapkan oleh nash.
Seperti , shalat ,puasa,
zakat, haji dan lai-lain.
Dalam ibadah khashsah (khusus) ini memiliki 4 prinsip,
yaitu :
·
Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah,
baik al-Quran maupun dari sunnah. Jadi
merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal secara logika.
·
Tata
caranya harus berpola kepada contoh Rasul Saw. Salah satutujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk
memberi contoh:
“Dan kami tidak mengutus seorang rasul kecuali untuk ditaati
dengan izin Allah”
(QS. Annisa : 64)
“Dan
apa saja yang dibawakan rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang
dilarang maka tinggalkanlah….(QS.597)
·
Bersifat
suprarasional. Artinya ibadah
bentuk ini bukan ukuran logika melainkan
wahyu. Akal hanya berfungsi memahami rahasia dibaliknya yang disebut hikmah
tasyri.
·
Azasnya ”taat” yang dituntut dari hamba dalam
melaksanakan ibadah adalah suatu bentuk kepatuhan atau ketaatannya. Seorang
hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya semata-mata untuk kepentingan
dan kebahagiaan hamba.
b.
Ibadah ’ammah (umum) yaitu semua perbuatan baik yang
dilakukan dengan niat yang baik dan semata karena Allah SWT.,(ikhlas), seperti
makan dan minum, bekerja ma ma’ruf nahi mungkar, berlaku adil, berbuat baik
kepada orang lain.
Dalam ibadah ammah (umum) juga memiliki 4 prinsip, yaitu
:
Ø
Keberadaannya
didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasulnya tidak melarang maka ibadah
dalam bentuk ini bolehdikerjakan.
Ø Tata laksananya tidak perlu berpola
kepada contoh rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal dengan
istilah bid’ah.
Ø
Bersifat
rasional. Ibadah bentuk ini dari sisi baik-buruknya, untung-ruginya,mangfaat
atau mudharatnya dapat ditentukan oleh akal dan logika. Sehingga jika menurut logika itu buruk, mudharat dan
merugikan maka tidak boleh dilaksanakan.
Ø
Azasnya ”mangfaat” selama itu bermangfaat maka selama itu
boleh dilakukan. [5]
C.
Hakikat
dan Hikmah Ibadah
Hakikat ibadah yang merupakan tugas
kehidupan manusia adalah menyembah Allah dan mengingkari thaghut. Motivasi kita
beribadah adalah merasakan bahwa begitu banyak nikmat Allah pada diri kita
seperti mata, telinga, rezeki, harta, anak, isteri, dan pendidikan yang
menyebabkan kita harus selalu bersyukur pada-Nya. Selain itu, motivasi ibadah
juga didasarkan kepada rasa keagungan Allah SWT dan kehebatan-kehebatan-Nya
yang dapat dilihat dari ciptaan-Nya di alam semesta ini. Dengan perasaan bahwa
nikmat Allah yang begitu besar dan begitu agungnya Allah, maka kita termotivasi
mengabdi hanya kepada Allah saja.
Ibadah yang dilakukan hendaknya
merupakan wujud dari penghinaan diri, cinta, dan ketundukan manusia pada
Rabb-Nya. Ibadah memiliki berbagai tingkatan yang menentukan hasil ibadah itu
sendiri di sisi Allah. Ibadah tanpa diikuti dengan kecintaan dan ketundukan
akan menjadikan ibadah sia-sia dan kurang bermakna bagi kehidupan individu
tersebut. Begitu pula ibadah tanpa rasa penghinaan diri. Ibadah yang menambah
kemantapan apabila dilakukan dengan penuh rasa takut dan harap. Hal ini
menunjukkan bahwa ibadah dilakukan secara khusyuk.
Setiap ibadah juga memiliki hikmah/tujuan-tujuan mulia, seperti :
- Shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar
- Puasa untuk mencapai taqwa
- Zakat untuk mensucikan harta dan jiwa dari sifat kikir dan tamak
- Haji sebagai sarana pendidikan untuk menahan diri dari
perkataan dan perbuatan kotor.. Selain itu juga memiliki keluasan dan
keutamaan-keutamaan.
BAB II
SHALAT
A.
Pengertian shalat
Shalat
menurut bahasa ialah berdoa sedangkan menurut syara’ berarti menghadap jiwa dan
raga kepada Allah, karena taqwa hamba kepada Tuhannya, mengagungkan
kebesarannya dengan khusyu’ dan ikhlas dalam bentuk perkataan dan perbuatan
yang di mulai dengan takbir diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan
cara-cara dan syarat-syarat yang telah di tentukan .
B.
Hukum,
Tujuan dan Syarat Shalat Wajib
Hukum shalat fardhu lima kali sehari
adalah wajib bagi semua orang yang telah dewasa atau akil baligh serta normal
tidak gila serta adanya Dalil yang mewajibkan shalat seperti yang di sebutkan
dalam Surat Al-Hajj: 77) yang artinya “hai
orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah dan sembahlah Tuhanmu serta
berbuatlah kebajikan agar kamu memperoleh kemenangan”. Tujuan shalat adalah
untuk mencegah perbuatan keji dan munkar.
Untuk
melakukan shalat ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dulu, yaitu :
1. Beragama Islam
2. Memiliki akal yang waras alias tidak gila atau autis.
3. Berusia cukup dewasa
4. Telah sampai dakwah islam kepadanya
5. Bersih dan suci dari najis, haid, nifas, dan lain sebagainya
6. Sadar atau tidak sedang tidur
1. Beragama Islam
2. Memiliki akal yang waras alias tidak gila atau autis.
3. Berusia cukup dewasa
4. Telah sampai dakwah islam kepadanya
5. Bersih dan suci dari najis, haid, nifas, dan lain sebagainya
6. Sadar atau tidak sedang tidur
Syarat
sah pelaksanaan sholat adalah sebagai berikut ini :
1. Masuk waktu sholat
2. Menghadap ke kiblat
3. Suci dari najis baik hadas kecil maupun besar
4. Menutup aurat.
1. Masuk waktu sholat
2. Menghadap ke kiblat
3. Suci dari najis baik hadas kecil maupun besar
4. Menutup aurat.
Dalam
sholat ada rukun-rukun yang harus kita jalankan, yakni :
1. Niat
2. Posisis berdiri bagi yang mampu
3. Takbiratul ihram
4. Membaca surat al-fatihah
5. Ruku / rukuk yang tumakninah
6. I'tidal yang tuma'ninah
7. Sujud yang tumaninah
8. Duduk di antara dua sujud yang tuma'ninah
9. Sujud kedua yang tuma'ninah
10. Tasyahud
11. Membaca salawat Nabi Muhammad SAW
12. Salam ke kanan lalu ke kiri.
1. Niat
2. Posisis berdiri bagi yang mampu
3. Takbiratul ihram
4. Membaca surat al-fatihah
5. Ruku / rukuk yang tumakninah
6. I'tidal yang tuma'ninah
7. Sujud yang tumaninah
8. Duduk di antara dua sujud yang tuma'ninah
9. Sujud kedua yang tuma'ninah
10. Tasyahud
11. Membaca salawat Nabi Muhammad SAW
12. Salam ke kanan lalu ke kiri.
Dalil
– Dalil Tentang Kewajiban Shalat
Al-Baqarah, 43
وَاَقِيْمُوْ الصَّلَىةَ وَآتُوْ الزَّكَوةَوَارْكَعُوْامَعَ الرَّاكِعِيْنَ
Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang – orang yang ruku
Al-Baqarah 110
وَاَقِيْمُوْ الصَّلَوْةَ وَآتُوْالزَّكَوةَ وَمَاتُقَدِّمُوْا لاَِنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدُاللهِط اِنَّ اللهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
Artinya : Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan apa – apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan dapat pahalanya pada sisi Allah sesungguhnya Allah maha melihat apa – apa yang kamu kerjakan
Al –Ankabut : 45
وَاَقِيْمِ الصَّلَوةَ اِنَّ الصَّلَوةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرَ
Artinya: Kerjakanlah shalat sesungguhnya shalat itu bisa mencegah perbuatan keji dan munkar.
An-Nuur: 56
وَاَقِيْمُوْ الصَّلاَةَ وَآتُوْ الزَّكَوةَ وَاَطِيْعُوْ االرَّسُوْلَ لَعَلَكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Artinya : Dan kerjakanlah shalat, berikanlah zakat, dan taat kepada Rasul, agar supaya kalian semua diberi rahmat
Dari dalil – dalil Al-Qur'an di atas tidak ada kata – kata perintah shalat dengan perkataan “laksanakanlah” tetapi semuanya dengan perkataan “dirikanlah”.
Dari unsur kata – kata melaksanakan itu tidak mengandung unsur batiniah sehingga banyak mereka yang Islam dan melaksanakan shalat tetapi mereka masih berbuat keji dan munkar. Sementara kata mendirikan selain mengandung unsur lahir juga mengandung unsur batiniah sehingga apabila shalat telah mereka dirikan, maka mereka tidak akan berbuat jahat
Al-Baqarah, 43
وَاَقِيْمُوْ الصَّلَىةَ وَآتُوْ الزَّكَوةَوَارْكَعُوْامَعَ الرَّاكِعِيْنَ
Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang – orang yang ruku
Al-Baqarah 110
وَاَقِيْمُوْ الصَّلَوْةَ وَآتُوْالزَّكَوةَ وَمَاتُقَدِّمُوْا لاَِنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدُاللهِط اِنَّ اللهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
Artinya : Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan apa – apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan dapat pahalanya pada sisi Allah sesungguhnya Allah maha melihat apa – apa yang kamu kerjakan
Al –Ankabut : 45
وَاَقِيْمِ الصَّلَوةَ اِنَّ الصَّلَوةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرَ
Artinya: Kerjakanlah shalat sesungguhnya shalat itu bisa mencegah perbuatan keji dan munkar.
An-Nuur: 56
وَاَقِيْمُوْ الصَّلاَةَ وَآتُوْ الزَّكَوةَ وَاَطِيْعُوْ االرَّسُوْلَ لَعَلَكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Artinya : Dan kerjakanlah shalat, berikanlah zakat, dan taat kepada Rasul, agar supaya kalian semua diberi rahmat
Dari dalil – dalil Al-Qur'an di atas tidak ada kata – kata perintah shalat dengan perkataan “laksanakanlah” tetapi semuanya dengan perkataan “dirikanlah”.
Dari unsur kata – kata melaksanakan itu tidak mengandung unsur batiniah sehingga banyak mereka yang Islam dan melaksanakan shalat tetapi mereka masih berbuat keji dan munkar. Sementara kata mendirikan selain mengandung unsur lahir juga mengandung unsur batiniah sehingga apabila shalat telah mereka dirikan, maka mereka tidak akan berbuat jahat
C.
Kedudukan Shalat Dalam Islam
Shalat
dalam islam mempunyai kedudukan yang sangat tinggi. Tidak ada ibadah-ibadah
lain yang dapat menandinginya. Shalat itu merupakan tiang agama, sesuai dengan
sabda Rasulullah SAW yang artinya “
shalat adalah tiang agama, barang siapa yang mengerjakannya berarti ia
menegekkan agama, dan barang siapa yang meninggalkannya berarti meruntuhkan
agama” (Hr.Baihaqi). Jadi berdasarkan hadits Nabi tersebut dapat di
simpulkan bahwa agama tidak akan kokoh
dan tidak akan berdiri tegak kecuali dengan tiang itu, maka kita sebagai umat
islam harus mendirikan shalat supaya agama bisa berdiri tegak.
Cara Mengerjakan Shalat
A.
Berdiri dan niat shalat fardhu
Ada tiga pendapat ulama
mengenai waktu niat.
Pendapat
pertama, wajib mengiringi niat tatkala takbiratulihram.
Mazhab Malik menyatakan waktu niat
dalam shalat adalah tatkala takbiratulihram, maka tidak boleh mendahulukan dan
mengakhirkannya.
Adapun mazhab syafi’I seperti
perkataannya dalam kitab al-Umm, “tidak berlaku niat kecuali bersamaan pada
waktu takbiratulihram , tidak mendahului dan juga tidak sesudahnya. Dalam kitab
Muktasar muzni, imam syafi’I berkata “ jika takbiratulihram seorang imam atau
seorang diri maka niatnya memadai tatkala takbir bukan sebelum ataupun
sesudahnya.
Pendapat kedua, di bolehkan
mendahulukan niat di atas takbir pada waktu yang sedikit.
Pendapat
ketiga, wajib mendahulukan niat di atas takbir.
Daud Adz-zahir
berpendapat bahwa wajib mendahulukan
niat atas takbir dan tidak boleh mengirinya hal ini berbeda dengan pendapat
kedua yang menyatakan bolehnya mengiringi niat bahkan nash dari mazhab Hambali
dan Hanafi menyebutkan akan keutamaan atas mengiringkan akan niat. Sebagaimana
Daud azh-Zhahiri tidak membolehkan mengiringkan niat maka tidak boleh juga
mendahulukan niat tersebut pada waktu kapan pun bahkan mensyaratkan
mendahulukan niat ketika mengiringi akan takbir. Permasalahan ini telah
dijelaskan salah satu fuqaha mazhab azh-Zhahiri dia adalah Ibnu Hazm. Telah
berlalu dali-dalil yang menjadi alasannya dalam pembahasan waktu niat wudhu.
B.
Takbiratulihram
Takbiratulihram
berasal dari dua kata takbir yang berarti mengagungkan Allah secara lisan
maupun dalam hati, sementara ihram berarti pengharaman dari mengagungkan dan
mengingat selain Allah. Dengan demikian takbiratulihram dapat di pahami sebagi
isyarat akan pentingnya menyembah dan mengagungkan Allah diatas pekerjaan yang
lainnya. Dengan ucapan takbir ini seolah seorang hamba menyatakan secara tegas
bahwa ia lebih memilih bertemu dengan Allah, bermunajat untuknya dan tidak
hanya mementingkan kesenangan dunia.
Untuk
pelaksanaan takbiratuliharam seorang mushalli mengangkat kedua tangan, sebagai
tanda masuknya seorang hamba ke ruang spiritual untuk bertemu sang Khaliq yang
di tandai dengan komitmennya untuk lepas dari segala perbuatan yang tidak ada
kaitannya dengan amalan shalat.
Salah satu
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Al-Bukhari yang artinya “Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya
bersamaan dengan takbiratulihram, terkadang setelah takbir dan terkadang
sebelumnya”. Dan ada juga Hadits riwayat abu Daud, Ibnu Khuzaimah, Tamam,
Al-Hakim, beliau menshahihkan Hadits ini dan di sepakati oleh adz-Dzahabi, yang
artinya” beliau mengangkat kedua
tangannya dengan menegakkan jari-jarinya lurus ke atas (beliau tidak
merenggangkannya dan juga tidak menggenggamkannya”. Yang kemudian ada lagi
yang meriwayatkannya lagi seperti yang diriwayatkan oleh Al-bukhari dan
An-nasai yang artinya “ beliau
mengangkat kedua tangannya sejajar
dengan bahu beliau, [dan terkadang juga mengangkatnya sejajar dengan (daun) telingan
beliau (Hr. al-bukhari dan Abu Daud)]”.
C.
Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri
(bersedekap) dan perintah melakukannya.
Rasulullah SAW
meletakkan tangan kanan diatas tangan kirinya (bersedekap) ini berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Muslim. Sabda Rasulullah SAW yang
artinya “sesungguhnya kami para Nabi
diperintahkan untuk menyegerakan berbuka kami dan mengakhirkan sahur kami,
serta meletakkan tangan kanan kami di atas tangan kiri kami (bersedekap) dalam
shalat”.
D.
Memandang tempat
sujud dan khusyu’
Sesuai dengan
hadits yang diriwayatkan oleh al-baihaqi dan Al-Bukhari “ Apabila Rasulullah
Saw Shalat, beliau menundukkan kepalanya dan memandang tanah”. Dan “ketika
beliau memasuki ka’bah beliau tidak pernah berubah pandangannya dari tempat
sujudnya hingga beliau keluar kembali dari ka’bah” (Hr. Al-baihaqi dan
AL-Hakim).
E.
Membaca doa-doa iftitah
Rasulullah
SAW membaca Iftiftah dengan berbagai macam doa, beliau memuji Allah dalam doa
tersebut, mengagungkan, dan menyanjungNya.
F.
Membaca Al-fatihah Ayat demi ayat
Hadits yang diriwayatkan oleh
Ad-daraquthni, dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Hiban rasulullah saw bersabda
yang artinya “ tidak sah shalat seseorang
yang tidak membaca al-fatihah dalam shalatnya”. Dengan demikian bacaan
fatihah dalam shalat hukumnya wajib dan al-fatihah tetrmasuk juga ke fdalam
rukun shalat.
G.
Ruku’
Jika Rasulullah telah selesai membaca
al-Quran beliau diam sebentar , kemudian beliau mengangkat kedua tangannya lalu
beliau bertakbir dan ruku’.
Cara ruku’ Rasulullah, beliau
meletakkan kedua telapak tangannya pada kedua lututnya “Beliau memerintahkan
para sahabat untuk melakukan hal itu”.
“Beliau menetapkan posisi kedua
tangannya pada kedua lututnya (seolah beliau menggenggam keduanya)” “Beliau
membuka jari2 tangannya” beliau bersabda “jika engkau ruku’ maka letakkanlah
kedua telapak tanganmu pada kedua lututmu, kemudian bukalah jari2mu, lalu
diamlah, sehingga semua anggota badanmu mengambil posisinya.” (Diriwayatkan
oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban), dalam kitab shahih mereka.
Beliau
juga bersabda “Apabila engkau ruku’, maka letakkanlah kedua telapak tanganmu
pada kedua lututmu lalu bentangkanlah punggungmu, dan mantapkanlah ruku’mu.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dengan sanad yang shahih).
Wajib tuma’ninah (tenang) dalam
ruku’
“Nabi
swt,. Selalu tenang dalam ruku’,” beliau bersabda “sempurnakanlah ruku’ dan
sujud kalian! Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya, sesungguhnya aku benar-benar
melihat kalian dari belakang punggungku ketika kalian ruku’ dan sujud” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Beliau
pernah melihat seorang yang sedang shalat, orang tersebut tidak menyempurnakan
ruku’nya, dan sujud seperti burung mematuk (makanan), lalu beliau bersabda:
“Jika
orang ini mati dalam keadaan seperti itu, ia mati di luar agama Muhammad. ( ia
shalat seperti burung gagak mematuk makanan ), permisalan orang yang ruku’nya
tidak sempurna dan sujudnya cepat adalah seperti orang kelaparan yang memakan
sebiji atau dua biji kurma yang tidak mengenyangkannya sedikitpun.” (Diriwayatkan oleh Abu
Ya’la dalam musnadnya.)
H.
‘Itidal
I’tidal yaitu berdiri setelah ruku’
dengan posisi badan yang tegap dan wajib
tumakninah padanya I’tidal
I.
Sujud
Angota-anggota
sujud ialah kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua telapak kaki. Diterima
dari Abbas bin Abdul Muttalib, bahwa ia mendengan Nabi saw bersabda yang
artinya “ bila seorang hamba itu sujud, sujudlah pula bersamanya tujuh macam
anggota, yakni wajahnya , kedua telapak tangan kedua lutut serta kedua telapak
kakinya (hr. jama’ah kecuali Bukhari)”.
J.
Duduk Tasyahud
Duduk tasyahud ada du tasyahud awal
dan tasyahud akhir.
Tasyahud awal
Menurut Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah sahabat yang bahwasanya
Rasulullah saw setelah mengerjakan shalat raka’at kedua, beliau duduk untuk
melakukan tasyahud. Apabila shalat yang beliau lakukan hanya dua rakaat,
seperti shalat subuh, beliau duduk pada
duduk antara dua sujud. Seperti itu pula jika “beliau duduk tasyahud awal dalam
halat tiga raka’at atau empat raka’at. Rasulullah bersabda yang artinya” Apabila
engkau duduk di tengah shalatmu, duduklah
dengan mapan (tenang), bentanglah paha kirimu dan bacalah tasyahud”(Hr,Abu
daud dan –Al baihaqi).
Setelah selesai
dari rakaat yang ke empat, rasulullah duduk untuk melakukan tasyahud akhir,
beliau memerintahkan dalam tasyahud tersebut untuk melakukan hal yang serupa
seperti tasyahud awal kecuali pada tasyahud ini beliau duduk tawaruk yaitu
meletakkan bagian atas paha kiri diatas lantai dan mengeluarkan kakinya dari
suatu arah dan beliau menjadikan kaki kirinya diletakkan diatas paha kemudian
beliau menegakkan (telapak) kaki yang kanan atau terkadang membentangkannya.
K.
Salam
Setelah
melakukan tasyahhud, “Beliau saw. melakukan salam kearah kanan (sambil
mengucapkan) : Assalamu’alaikum Warahmatullahi. ‘Semoga keselamatan dan
rahmat Allah terlimpahkan bagi kalian.’ (hingga terlihat putih pipi kanannya),
kemudian kea rah kirinya (sambil mengucapkan): Assalamu’alaikum
Warahmatullahi, ‘semoga keselamatan dan rahmad Allah terlimpahkan bagi
kalian,’ (hingga terlihat putih pipi kirinya).” (HR. Muslim).
Terkadang
beliau pada kalam yang pertama menambahkan ucapan : Wabarakatuh, “Dan
keberkahan-Nya”[6].
Macam-Macam Shalat
Sunnah
Shalat sunnah itu ada dua macam:
1. Shalat
sunnah yang disunnahkan dilakukan secara berjamaah
2. Shalat sunnah yang tidak disunnahkan dilakukan secara berjamaah
2. Shalat sunnah yang tidak disunnahkan dilakukan secara berjamaah
A. Shalat sunnah yang disunnahkan
dilakukan secara berjamaah
1. Shalat Idul Fitri
2. Shalat Idul Adha
Ibnu Abbas Ra. berkata: “Aku shalat Idul Fithri bersama
Rasulullah SAW dan Abu bakar dan Umar, beliau semua melakukan shalat tersebut
sebelum khutbah.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dilakukan 2 raka’at. Pada rakaat pertama melakukan tujuh
kali takbir (di luar Takbiratul Ihram) sebelum membaca Al-Fatihah, dan pada
raka’at kedua melakukan lima kali takbir sebelum membaca Al-Fatihah.
3. Shalat Kusuf (Gerhana Matahari)
4. Shalat Khusuf (Gerhana Bulan)
Ibrahim (putra Nabi SAW) meninggal dunia bersamaan
dengan terjadinya gerhana matahari. Beliau SAW bersabda:
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di
antara tanda-tanda (kebesaran) Allah SWT. Tidak terjadi gerhana karena kematian
seseorang, tidak juga karena kehidupan (kelahiran) seseorang. Apabila kalian
mengalaminya (gerhana), maka shalatlah dan berdoalah, sehingga (gerhana itu)
berakhir.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dari Abdullah ibnu Amr, bahwasannya Nabi SAW
memerintahkan seseorang untuk memanggil dengan panggilan “ashsholaatu jaami’ah”
(shalat didirikan dengan berjamaah). (HR Imam Bukhari dan Muslim).
Dilakukan dua rakaat, membaca Al-Fatihah dan surah dua
kali setiap raka’at, dan melakukan ruku’ dua kali setiap raka’at.
5. Shalat Istisqo’
Dari Ibnu Abbas Ra., bahwasannya Nabi SAW shalat
istisqo’ dua raka’at, seperti shalat ‘Id. (HR Imam Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu
Majah, dan Tirmidzi)
Tata caranya seperti shalat ‘Id.
6. Shalat Tarawih
Dari ‘Aisyah Rda., bahwasannya Nabi Muhammad SAW shalat
di masjid pada suatu malam. Maka orang-orang kemudian mengikuti shalat beliau.
Nabi shalat (lagi di masjid) pada hari berikutnya, jamaah yang mengikuti beliau
bertambah banyak. Pada malam ketiga dan keempat, mereka berkumpul (menunggu
Rasulullah), namun Rasulullah SAW tidak keluar ke masjid. Pada paginya Nabi SAW
bersabda: “Aku mengetahui apa yang kalian kerjakan tadi malam, namun aku tidak
keluar karena sesungguhnya aku khawatir bahwa hal (shalat) itu akan difardlukan
kepada kalian.” ‘Aisyah Rda. berkata: “Semua itu terjadi dalam bulan Ramadhan.”
(HR Imam Muslim)
Jumlah raka’atnya adalah 20 dengan 10 kali salam, sesuai
dengan kesepakatan shahabat mengenai jumlah raka’at dan tata cara shalatnya.
7. Shalat Witir yang mengiringi Shalat Tarawih
Adapun shalat witir di luar Ramadhan, maka tidak
disunnahkan berjamaah, karena Rasulullah SAW tidak pernah melakukannya.
B. Shalat sunnah yang tidak disunnahkan
berjamaah
1. Shalat Rawatib (Shalat yang mengiringi Shalat Fardlu), terdiri dari:
a. 2 raka’at
sebelum shubuh
b. 4 raka’at sebelum Dzuhur (atau Jum’at)
c. 4 raka’at sesudah Dzuhur (atau Jum’at)
d. 4 raka’at sebelum Ashar
e. 2 raka’at sebelum Maghrib
f. 2 raka’at sesudah Maghrib
g. 2 raka’at sebelum Isya’
h. 2 raka’at sesudah Isya’
b. 4 raka’at sebelum Dzuhur (atau Jum’at)
c. 4 raka’at sesudah Dzuhur (atau Jum’at)
d. 4 raka’at sebelum Ashar
e. 2 raka’at sebelum Maghrib
f. 2 raka’at sesudah Maghrib
g. 2 raka’at sebelum Isya’
h. 2 raka’at sesudah Isya’
Dari 22 raka’at rawatib tersebut, terdapat 10 raka’at yang sunnah
muakkad (karena tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW), berdasarkan
hadits:
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW senantiasa menjaga (melakukan)
10 rakaat (rawatib), yaitu: 2 raka’at sebelum Dzuhur dan 2 raka’at sesudahnya,
2 raka’at sesudah Maghrib di rumah beliau, 2 raka’at sesudah Isya’ di rumah
beliau, dan 2 raka’at sebelum Shubuh … (HR Imam Bukhari dan Muslim).
Adapun 12 rakaat yang lain termasuk sunnah ghairu muakkad,
berdasarkan hadits-hadits berikut:
a. Dari Ummu Habibah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa senantiasa melakukan shalat 4 raka’at sebelum Dzuhur
dan 4 raka’at sesudahnya, maka Allah mengharamkan baginya api neraka.” (HR Abu
Dawud dan Tirmidzi)
2 raka’at sebelum Dzuhur dan 2 raka’at sesudahnya ada yang sunnah
muakkad dan ada yang ghairu muakkad.
b. Nabi SAW bersabda:
“Allah mengasihi orang yang melakukan shalat empat raka’at sebelum
(shalat) Ashar.” (HR Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Huzaimah)
Shalat sunnah sebelum Ashar boleh juga dilakukan dua raka’at
berdasarkan Sabda Nabi SAW:
“Di antara dua adzan (adzan dan iqamah) terdapat shalat.” (HR Imam
Bazzar)
c. Anas Ra berkata:
“Di masa Rasulullah SAW kami shalat dua raka’at setelah terbenamnya
matahari sebelum shalat Maghrib…” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Nabi SAW bersabda:
“Shalatlah kalian sebelum (shalat) Maghrib, dua raka’at.” (HR Imam
Bukhari dan Muslim)
d. Nabi SAW bersabda:
“Di antara dua adzan (adzan dan iqamah) terdapat shalat.” (HR Imam
Bazzar)
Hadits ini menjadi dasar untuk seluruh shalat sunnah 2 raka’at
qobliyah (sebelum shalat fardhu), termasuk 2 raka’at sebelum Isya’.
2. Shalat Tahajjud (Qiyamullail)
Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 79, As-Sajdah ayat 16 – 17, dan
Al-Furqaan ayat 64. Dilakukan dua raka’at-dua raka’at dengan jumlah raka’at
tidak dibatasi.
Dari Ibnu Umar Ra. bahwa Nabi SAW bersabda: “Shalat malam itu dua
(raka’at)-dua (raka’at), apabila kamu mengira bahwa waktu Shubuh sudah
menjelang, maka witirlah dengan satu raka’at.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
3. Shalat Witir di luar Ramadhan
Minimal satu raka’at dan maksimal 11 raka’at. Lebih utama dilakukan
2 raka’at-2 raka’at, kemudian satu raka’at salam. Boleh juga dilakukan seluruh
raka’at sekaligus dengan satu kali Tasyahud dan salam.
Dari A’isyah Rda. Bahwasannya Rasulullah SAW shalat malam 13
raka’at, dengan witir 5 raka’at di mana beliau Tasyahud (hanya) di raka’at
terakhir dan salam. (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Beliau juga pernah berwitir dengan tujuh dan lima raka’at yang tidak
dipisah dengan salam atau pun pembicaraan. (HR Imam Muslim)
4. Shalat Dhuha
Dari A’isyah Rda., adalah Nabi SAW shalat Dhuha 4 raka’at, tidak
dipisah keduanya (tiap shalat 2 raka’at) dengan pembicaraan.” (HR Abu Ya’la)
Dari Abu Hurairah Ra., bahwasannya Nabi pernah Shalat Dhuha dengan
dua raka’at (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dari Ummu Hani, bahwasannya Nabi SAW masuk rumahnya (Ummu Hani) pada
hari Fathu Makkah (dikuasainya Mekkah oleh Muslimin), beliau shalat 12 raka’at,
maka kata Ummu Hani: “Aku tidak pernah melihat shalat yang lebih ringan
daripada shalat (12 raka’at) itu, namun Nabi tetap menyempurnakan ruku’ dan
sujud beliau.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
5. Shalat Tahiyyatul Masjid
Dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah
seorang dari kalian masuk masjid, janganlah duduk sehingga shalat dua raka’at.”
(HR Jama’ah Ahli Hadits)
6. Shalat Taubat
Nabi SAW bersabda: “Tidaklah seorang hamba yang berdosa, kemudian ia
bangun berwudhu kemudian shalat dua raka’at dan memohon ampunan kepada Allah,
kecuali ia akan diampuni.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan lain-lain)
7. Shalat Tasbih
Yaitu shalat empat raka’at di mana di setiap raka’atnya setelah
membaca Al-Fatihah dan Surah, orang yang shalat membaca: Subhanallah
walhamdulillah wa laa ilaaha illallah wallaahu akbar sebanyak 15 kali, dan
setiap ruku’, i’tidal, dua sujud, duduk di antara dua sujud, duduk istirahah
(sebelum berdiri dari raka’at pertama), dan duduk tasyahud (sebelum membaca bacaan
tasyahud) membaca sebanyak 10 kali (Total 75 kali setiap raka’at). (HR Abu
Dawud dan Ibnu Huzaimah)
8. Shalat Istikharah
Dari Jabir bin Abdillah berkata: “Adalah Rasulullah SAW mengajari
kami Istikharah dalam segala hal … beliau SAW bersabda: ‘apabila salah seorang
dari kalian berhasrat pada sesuatu, maka shalatlah dua rakaat di luar shalat
fardhu …dan menyebutkan perlunya’ …” (HR Jama’ah Ahli Hadits kecuali Imam
Muslim)
9. Shalat Hajat
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa mempunyai hajat kepada Allah
atau kepada seseorang, maka wudhulah dan baguskan wudhu tersebut, kemudian
shalatlah dua raka’at, setelah itu pujilah Allah, bacalah shalawat, atas Nabi
SAW, dan berdoa …” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
10. Shalat 2 rakaat di masjid sebelum pulang ke rumah
Dari Ka’ab bin Malik: “Adalah Nabi SAW apabila pulang dari
bepergian, beliau menuju masjid dan shalat dulu dua raka’at.” (HR Bukhari dan
Muslim)
11. Shalat Awwabiin
Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 25
Dari Ammar bin Yasir bahwa Nabi SAW bersabda: “Barang siapa shalat
setelah shalat Maghrib enam raka’at, maka diampuni dosa-dosanya, walaupun
sebanyak buih lautan.” (HR Imam Thabrani)
Ibnu Majah, Ibnu Huzaimah, dan Tirmidzi meriwayatkan hadits serupa
dari Abu Hurairah Ra. Nabi SAW bersabda: “Barang siapa shalat enam raka’at
antara Maghrib dan Isya’, maka Allah mencatat baginya ibadah 12 raka’at.” (HR
Imam Tirmidzi)
12. Shalat Sunnah Wudhu’
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa berwudhu, ia menyempurnakan
wudhunya, kemudian shalat dua raka’at, maka diampuni dosa-dosanya yang
terdahulu.” (HR Imam Bukhari dan Muslim).
13. Shalat Sunnah Mutlaq
Nabi SAW berpesan kepada Abu Dzar al-Ghiffari Ra.: “Shalat itu
sebaik-baik perbuatan, baik sedikit maupun banyak.” (HR Ibnu Majah)
Dari Abdullah bin Umar Ra.: “Nabi SAW bertanya: ‘Apakah kamu
berpuasa sepanjang siang?’ Aku menjawab: ’Ya.’ Beliau bertanya lagi: ‘Dan kamu
shalat sepanjang malam?’ Aku menjawab: ’Ya.’ Beliau bersabda: ’Tetapi aku puasa
dan berbuka, aku shalat tapi juga tidur, aku juga menikah, barang siapa tidak
menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku’.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadits terakhir ini menunjukkan bahwa shalat sunnah bisa dilakukan
dengan jumlah raka’at yang tidak dibatasi, namun makruh dilakukan sepanjang
malam, karena Nabi sendiri tidak menganjurkannnya demikian. Ada waktu untuk
istirahat dan untuk istri/suami[7].
BAB III
PUASA
A. Pengertian
Puasa Ramadhan
Pengertian Puasa secara bahasa berarti
menahan diri, meninggalkan, menurtup diri dari segala sesuatu, baik dalam
bentuk ucapan maupun perbuatan, dari makanan dan minuman.
Sedangkan menurut istilah syara' artinya
menahan diri daripada makan atau minum dan juga mejaga diri atau semua anggota
badan kita dari hal-hal yang akan mebatalkan puasa, semenjak terbit fajar sampai terbenam matahari, dengan disertai
niat, dengan syart-syarat tertentu.
Artinya: “Dan makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” (QS. Al-Baqarah:
187)
Puasa merupakan salah satu rukun islam
yang lima. Puasa Ramadhan pertama kali
diwajibkan pada tahun kedua Hijrah Nabi Muhammad SAW.[8]
Dasar Hukumnya berdasarkan Firman Allah dalm Surat Al-Baqarah ayat 183
Artinya : “ wahai orang-orang yang
beriman, telah diwajibkan atamu berpuasa, sebagaimana orang-orang sebelum kamu,
agar kamu bertaqwa”. [9]
a. Cara
penempatan waktu.
Cara mengetahui puasa ini ada 2 macam
yaitu: hisab dan rukyat. Kemajuan teknologi beakangan ini dirasakan semakin
mudahkan proses hisab dan rukiyah tersebut. Disiplin ilmu astronomi dan
kelengkapan teknologi semacam planetrium atau teleskop atau secara khusus ilmu
falaq yang berkembang di dunia Islam, semuanya mendukung vadilitas penetapan
waktu puasa.
Rukyat : adalah suatu cara untuk menetapkan awal awal bulan Ramadhan dengan cara melihat dengan panca indera mata timbulnya / munculnya bulan sabit dan bila uadara mendung atau cuaca buruk. Sehingga bulan tidak bisa dilihat maka hendaknya menggunakan istikmal yaitu menyempurnakan bulan sya’ban menjadi 30 hari.
Rukyat : adalah suatu cara untuk menetapkan awal awal bulan Ramadhan dengan cara melihat dengan panca indera mata timbulnya / munculnya bulan sabit dan bila uadara mendung atau cuaca buruk. Sehingga bulan tidak bisa dilihat maka hendaknya menggunakan istikmal yaitu menyempurnakan bulan sya’ban menjadi 30 hari.
Hisab : adalah memperhitungkan peredaran
bulan atau matahari untuk menentukan awal dan akhir bulan terutama bulan
Ramadhan sebagai bulan ibadah.
Firman Allah SWT
surat Yunus ayat 5:
Artinya:“Dia-lah
yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya)
kepada orang-orang yang Mengetahui”.(QS. Yunus :5)
Sabda Nabi SAW
Artinya:“Dari Abu
Umar ra: bahwasanya Rasulullah SAW, menceritakan bulan Ramadhan lalu memukul
kedua tangannya lalu bersabda: “Bulan adalah itu sekian dari sekian
bulan,kemudian beliau melengkungkan ibu jarinya pada perkataan yang ketiga kali
(termasuk menunjukkan bahwa bulan itu jumlahnya terdiri dari 29 hari), maka
berpuasalah kamu karena melihat bulan. Jika kamu sekalian tidak dapat
memelihatnya karena tertutup awan / mendukung, maka pastikanlah bilangan itu
menjadi 30 hari.(HR. Muslim)
b. Cara
Melaksanakan Puasa
1. Niat
Puasa harus dengan niat dalam hati yang
diucapkan pada malam harinya (menjelang puasa)
2. Makan
sahur
Menurut ijma’ umat islam adalah sunah dan tidak berdosa bila
ditinggalkan. Waktu sahur adalah dari pertengahan malam samp[ai terbit fajar
dan disunnahklab mengakhirkannyaa. Tujuan dari makan shue adalah untuk
menguatkan orang yang berpuasa pada esok harinya.
3. Menahan
diri dari segala yang membatalkan puasa
Orang yang berpuasa hendaklah menjaga
diri dari segala hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum,
bersenggama, muntah secara isengaja dan lain sebagainya. Juga menahan diri dari
godaan-godaan yang berupa hinaan dari orang lain maupun cacianj. Oleh karena
itu kalau sedang berpuasa, maka perbanyaklah bersabar dalam menghadapi tantangab
untuk melaksanakan ibadah puasa tersebut.
Syarat
sah puasa:
- Islam
- Berakal
- Bersih dari haid dan nifas
- Mengetahui waktu diperbolehkan untuk berpuasa.
- Mumayyiz
Berarti
tidak sah puasa orang kafir, orang gila walaupun sebentar, perempuan haid atau
nifas dan puasa di waktu yang diharamkan berpuasa, seperti hari raya atau hari
tasyriq.
Adapun
perempuan yang terputus haid atau nifasnya sebelum fajar maka puasanya tetap
sah dengan syarat telah niat, sekalipun belum mandi sampai pagi.
Syarat wajib puasa:
1. Islam
Puasa
tidak wajib bagi orang kafir dalam hukum dunia, namun di akhirat mereka tetap
dituntut dan diadzab karena meninggalkan puasa selain diadzab karena
kekafirannya. Sedangkan orang murtad tetap wajib puasa dan mengqadha’
kewajiban-kewajiban yang ditinggalkannya selama murtad.
2. Mukallaf (baligh dan berakal).
Anak
yang belum baligh atau orang gila tidak wajib puasa, namun orang tua wajib
menyuruhanaknya berpuasa pada usia 7 tahun jika telah mampu dan wajib
memukulnya jika meninggalkan puasa pada usia 10 tahun.
3. Mampu mengerjakan puasa (bukan
orang lansia atau orang sakit).
Lansia
yang tidak mampu berpuasa atau orang sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh
menurut medis wajib mengganti puasanya dengan membayar fidyah yaitu satu mud (7,5
ons) makanan pokok untuk setiap harinya.
4. Mukim (bukan musafir sejauh ± 82
km dan keluar dari batas daerahnya sebelum fajar).
Rukun-rukun puasa:
- Niat,
Niat
untuk puasa wajib, mulai terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar di setiap
harinya. Dalam puasa yang wajib, niat untuk berpuasa harus sudah ditetapkan
pada malam menjelang puasa, paling lambat sebelum waktu fajar pada setiap hari
bulan ramadhan.
Sedangkan
untuk puasa-puasa sunnah, boleh menetapkan niat puasa diwaktu siang hari
sebelum waktu zhuhur, dan tentunya sebelum melakukan sesuatu yang membatalkan
puasa.
2.
Menahan
diri
Menahan
diri sejak terbit fajar sampai matahri terbenam dari makan, minum, dan hubungan
seksual, serta seala sesuatu yang membatalkan puasa. (mengenai hal-hal yang
membatalkan puasa, akan dijelaskan kemudian secara lebih rinci).[10]
Hal-hal yang membatalkan puasa :
1.
Makan dan minum dengan sengaja
Bagi orang yang makan dan minum dengan
sengaja wajib mengqodhonya menurut semua ulama mazhab. Namun apabila ia lupa
kalau ia sedang berpuasa maka, puasanya tidak batal, dan tidak perlu diqadha.
2. Bersetubuh pada siang hari dengan sengaja
Sepasang
suami isteri bersetubuh pada siang hari pada saat puasa akan batal puasanya dan
wajib mengqadha dan membayar fidiyah. Allah menghalalkan suami istri bersetubuh
pada malam hari, firman allah surat al-Baqarah ayat 187.
Artinya : “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu (QS. Al-Baqarah:187)
Artinya : “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu (QS. Al-Baqarah:187)
3. Mengeluarkan mani dengan sengaja
(Masturbasi)
Mengeluarkan
mani dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Bahkan menurut Imam Hambali,
keluar madzi pun dapat membatalkan puasa.
4. Muntah dengan sengaja
Menurut
pendapat Immamiyah, Syafi’i dan Maliki sepakat bahwa muntah membatalkan puasa
dan wajib diqadha. Menurut Hanafi orang muntah tidak batal puasanya kecuali
kalau muntahnya memenuhi mulut. Sedangkan menurut faham Hambali, ada yang
sepakat bahwa muntah dengan terpaksa tidak batal puasa. dan sebagainya.
5. Keluarnya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau
nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam
matahari.
6. Murtad dari Islam (semoga Allah melindungi kita darinya).
Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta’ala:
Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan
yang telah
mereka kerjakan. “(Al-An’aam:88).
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang
membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika
tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja.
Macam-macam
puasa sunnah
1. Puasa Senin
Kamis
Dalil
puasa senin kamis adalah sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasullullah saw bersabda;“Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR Tirmidzi no 747. Shahih dilihat dari jalur lainnya)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasullullah saw bersabda;“Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR Tirmidzi no 747. Shahih dilihat dari jalur lainnya)
2.
Puasa 3 hari setiap bulan hijriyah
Dalil
puasa tiga hari setiap bulan:
Dari
Abu Dzar, Rasullah saw bersabda padanya, “Jika engkau ingin berpuasa tiga hari
setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan
hijriyah).”(HR. Tirmidzi no 761 dan AnNasai no 2424. Hasan)
3.
Puasa Daud
Dalil
puasa daud adalah sebagai berikut;
Rasulullah saw bersabda,”Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud. Sholat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau tidur separuh malam, dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya. Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari.” (HR Bukhari & muslim).
Rasulullah saw bersabda,”Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud. Sholat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau tidur separuh malam, dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya. Beliau biasa berbuka sehari dan berpuasa sehari.” (HR Bukhari & muslim).
4.
Puasa di Bulan Sya’ban
Dalil
puasa di bulan sya’ban;
Aisyah ra mengatakan “Nabi saw tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi saw biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Aisyah ra mengatakan “Nabi saw tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi saw biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
5.
Puasa Enam Hari di bulan syawal
Dalil
puasa enam hari di bulan syawal;
Nabi
saw bersaabda “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari
di bulan syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh”
(HR. Muslim no 1164)
(HR. Muslim no 1164)
6.
Puasa di Awal bulan Dzulhijah
Dari
Ibnu Abbas, Rasulullah saw bersabda “Tidak ada satu amal sholeh yang lebih
dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari
ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya:
“tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi saw menjawab:”Tidak pula jihad di jalan
Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak
ada yang kembali satupun.” (HR Abu Daud no 2438, At Tirmidzi no 757, Ibnu Majah
no 1727, dan Ahmad no 1968. Shahih).
7.
Puasa Arofah
Puasa
Arofah ini dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah. ABu Qotadah Al Anshori
berkata,” Nabi saw ditanya mengenai keutamaan puasa Arofah, beliau
menjawab,”Puasa Arofah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang
akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa Asyura, Beliau
menjawab,”Puasa Asyura akan menghapus
Penjelasan tambahan;
Untuk orang yang sedang berhaji, tidak dianjurkan melaksanakan puasa Arofah. Dalilnya adlah sebagai berikut;Dari Ibnu Abbas ra, beliau berkata; “Nabi saw tidak berpuasa ketika di Arofah. Ketika itu beliau disuguhkan minuman susu, beliaupun meminumnya.” (HR Tirmidzi no 750. Hasan Shahih).
Penjelasan tambahan;
Untuk orang yang sedang berhaji, tidak dianjurkan melaksanakan puasa Arofah. Dalilnya adlah sebagai berikut;Dari Ibnu Abbas ra, beliau berkata; “Nabi saw tidak berpuasa ketika di Arofah. Ketika itu beliau disuguhkan minuman susu, beliaupun meminumnya.” (HR Tirmidzi no 750. Hasan Shahih).
8.
Puasa Asyura
Dalil
puasa Asyura;
Nabi saw bersabda “puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam. (HR. Muslim no 1163)
Penjelasan tambahan;
Puasa Asyura di laksanakan pada tanggal 9 dan 10 dzulhijjah.
Nabi saw bersabda “puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam. (HR. Muslim no 1163)
Penjelasan tambahan;
Puasa Asyura di laksanakan pada tanggal 9 dan 10 dzulhijjah.
BAB IV
ZAKAT
A. Pengertian Zakat
Zakat menurut loghat artinya suci dan subur.
Menurut istilah syara’ ialah: ” mengeluarkan sebagian dari harta benda atas
perintah Allah, sebagai shadaqah yang wajib kepada mereka yang telah ditetapkan
menurut syarat-syarat yang telah ditentukan/sebagai pembersih.
Hal ini dijelaskan dalam surat At Taubah ayat 103
yang berbunyi :
Artinya: ”ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan
mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa
bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Zakat juga merupakan tiang dari agama Islam hal ini
dijelaskan dalam Surat Mukminun ayat 1-4
Artinya :
1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman,
2. (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam
sembahyangnya,
3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari
(perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
4. dan orang-orang yang menunaikan zakat
B. Harta Yang Wajib Dizakati
Pada hal ini zakat adalah harta pemberian Allah SWT
sebagai tanda syukur dan terimekasih kepada Allah SWT, disamping pembersih
harta milik daan pensuci badan jasmani, menunjukan kebaktian kepada Allah SWT
serta menghidupkan kejiwaan tolong menolong.
- 1. Emas dan Perak
Allah SWT berfirman dalam surat At Taubah ayat 3
Artinya : Hai orang-orang yang beriman,
Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib
Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan
emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah
kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
Yang dimaksud emas dan perak diatas adalah emas
daan perak pada umumnya, termasuk emas murni dalam berbagai bentuk, uang emas
atau perak, barang hiasan atau pakaian lainya. Emas dan perak yang telah
mencapai batas minimal (nisab) dan mecakup (haul) maka telah diwajibkan baginya
zakat.
Adapun nisab zakat emas adalah 20 dinar, sedangkan
perak nisabnya 200 dirham. Dinar adalah mata uang daari emas, sedangkan dirham
adalah mata uang dari parak. Imam malik dalam Al Muwata menetapka 20 dinar=200
dirham. Menurut putusan
Majlis Tarjih Muhammadiyah 20 dinar itu = 85 gram
emas. Sedangkan 200 dirham = 672 gram perak.
” Tidak ada kewajiban suatu apapun bagimu dalam
hal emas sehingga engkau memiliki 20 dinar. Jikalau milikmu telah mencapai 20
dinar, dan mencapai masa 1 tahun, keluarkan zakatnya setengah dinaar.
Kelebihanya dihitung sama seperti itu. Tidak wajib zakat pada suatu harta
apapun hingga mencapai masa haulnya”
(HR. Ahmad, Abu Daud, Bayhaqi, serta di syakan oleh
Imam Bukhari dari Sahabat Ali Bin Abi Talib RA).
Sedangkan untuk perak diterangkan oleh hadist Nabi
Muhammad saw. :
”Kurang dari lima awaq perak, maka tidaklah terkena
zakat ”(HR. Muslim dari Sahabat abir)
Barang perhiasan yang terdiri dari emas dan perak
termasuk rangkaianya seperti permata dalam perhiasan itu, lebih utama dikaitkan
perhitunganya dengan perhiasan dari emas atau perak. Dengan memperhitungkan
harga perhiasan keseluruhan dan dikeluarkan zakatnya 2, 5 %.
- 2. Zakat dari Hasil Pertanian
Apabila tumbuhnya zakat pertanian itu karena
siraman air hujan, sumber air, bendungan, nisabnya 5 wasaq (± 700 kg) mak zakat
yang dikeluarkan 10 %. Apabila tumbuhnya tanaman memakai tenaga manusia atau
mesin dengan biaya
Pengairan, sama juga 750 kg. Sedangkan zakatnya 5%
”Tidaklah dikenakan zakat ats biji makanan, dan
tidak pula terhadap kurma,sehingga sampai lima wasaq….. (HR. Muslim dari Abi Sa’id
A Khudry)
”Nabi Muhammad SAW bersabda : ” Terhadap tanaman
yang disiram hujan dari langit dan dari mata air, atau yang digenangi air
sungai, dikenakan zakat sepersepuluhnya, sedangkan tanaman yang disiram dengan
irigasi seperdua sepuluhnya”. (HR.Bukhari dan Ahmad dan Ahlu Sunan dari sahabat
Umar).
Dahulu orang berbeda pendapat tentang zakat hasil
tanaman selain padi dan makanan yang mengenyangkan. Karena padi sebenarnya
tidak disebutkan zakatnya, yang disebutkan adalah gandum, kurma. Pendeknya
makanan yang mengenyangkan pada waktu itu. Maksudnya dahulu orang berbeda
pendapat apakah hasil tanaman yang tidak mengenyangkan tetapi mempunyai harga
jual tinggi tidak perlu dizakati? Sebagian ulama berpendapat selain yang
mengenyangkan tidak perlu dizakati, tetapi sebagian lain sekalipun tidak
mengenyangkan perlu dizakati juga. Menurut keputusan Muktamar Tarji di
Garut, tersebut dalam Al Amwaal fil Isam dinyatakan bahwa zakat hasil
tanaman adalah sebagai berikut :
Hasil tanaman (yang dikenakan zakat)
- Gandum, beras, jagung, cantel dan yang sejenis bahan makanan pokok, demikian pula buah kurma dan zabib (kismis), dikenakan zakat bila sudah cukup senisab, yaitu lima wasak (± 7,5 kwintal).
- Hasil tanaman selain tersebut di atas seperti tebu, kayu, getah, kelapa, lada, cengkeh, buah-buahan, sayur-mayur dan lain-lainnya, ketentuan nisabnya adalah nilai harga 7,5 kwintal hasil tanaman tersebut di atas.
Dasar pengenaan zakat baik tanaman pokok maupun
lainnya adalah firman Allah surah Al Baqarah ayat 267 dan Surah An An’aam ayat
141.
Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya.
dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”
- 3. Zakat Tijarah (perniagaan)
Adalah semua bentuk harta yang dipromosikan untuk
diperjual belikan dengan bermacam-macam cara serta membawa manfaat bagi
kebaikan dan kesejahteraan manusia.
Firman Allah dalam Surat Al Baqarah ayat 267:
Artinya :
”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di
jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
- 4. Zakat Hewan
Apabila mempunyai hewan ternak yaitu : unta,
kambing atau sapi sampai pada nisabnya, yaitu : 5 ekor unta, 40 ekor kambing,
atau 30 ekor sapi, sedang telah setahun menjadi kepunyaanmu maka kelurakan
zakatnya sebagai berikut :
Unta
- 5-24 ekor unta, tiap lima ekor unta dikenakan zakatnya seekor kambing.
- 25-35 ekor unta dikenakan zakatnya seekor anak unta betina umur 2 tahun.
- 36-45 ekor unta dikenakan zakatnya seekor anak unta betina umur 3 tahun.
- 46-60 ekor unta, dikenakan zakatnya seekor anak unta betin aumur 4 tahun
- 61-75 ekor unta dikenekan zakatnya seekor anak unta betina umur 5 tahun
- 76-90 ekor unta dikenakan zakatnya 2 ekor anak unta betina umur 3 tahun
- 91-120 ekor unta dikenakan zakatnya 2 ekor anak betina umur 4 tahun.
Kambing
- 40-120 ekor dikenakan zakatnya seekor anak kambing
- 121-200 ekor dikenakan zakatnya 2 ekor kambing.
- 201-300 ekor dikenakan zakatnya 3 ekor kambing
- Lebih dari 300 ekor kambing, maka tiap 100 ekor dikenakan zakatnya seekor kambing.
Sapi
Tiap-tiap 30 ekor dikenakan zakatnya seekor anak
sapi (jantan/betina) umur satu tahun; dan tiap-tiap 40 ekor, dikenakan zakatnya
seekor anak sapi umur 2 tahun.
Syarat Zakat Hewan :
- Milik orang Islam
- Yang memiliki adalah orang merdeka
- Milik penuh (dimiliki dan menjadi hak penuh)
- Sampai nisabnya
- Genap satu tahun
- Makanya dengan pengembalaan, bukan dengan rumput belian
- Binatang itu bukan digunakan untuk bekerja seperti angkutan dan sebagainya
- 5. Zakat Rikaz.
Harta Rikaz yang berwujud emas atau perk ditemukan peninggalan
masapurba wajib dikeluarkan zakatnya 20 % (seperlima)
Sabda Nabi Muhammad saw. :
Artinya:
” dari Abu Hurairah telah bersabda Rasulullaah saw
” Zakat Rikaz seperlimanya”( HR. Bukhari Muslim).
- 6. Zakat Purbakala (Ma’din)
Menurut kitab ssulubus menegaskan ma’din adalh
hasil yang dikeluarkan dati dalam bumi laut maupun darat. Sebagai rizki yang
ddikeluarkan berlimpah oleh Allah SWT dari dalam bumi. Sesuai penjelasan Qur’an
Surat Al Baqarah ayat 267
Artinya :
” Bahwasanya Rasulullah saw telah mengambil zakat
dari hasil tambang di negeri Qabliyah.”(HR. Abu Daud dan Hakim).
7. Zakat Bagi Pegawai
HTP (Himpunan Putusan Tarjih) dijelaskan :
- Harta yang diberikan oleh Allah adalah sutau kenikmatan dan amanah allah perlu disyukuri dan perlu dipenuhi hak-hak dan kewajiban bagi pemiliknya
- Yang dikenai zakat itu semua harta pemberian Allah SWT hasil usaha manusia pada umumnya dan hasil usah adari hasil bumi, berdasarkan Al Baqarah : 267
- Pengeluaran zakat itu didasarkan pada pemenuhan perintah Allah sebagai ibadah juga untuk membersihkan harta itu dan hati pemiliknya. Berdasar surat At Taubah : 103 dan Adz Dzariyat : 19
Artinya : ”ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan
mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa
bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”(At Taubah :103)
Firman Allah dalam QS Adz Dzariyat ayat 19:
Artinya :”dan pada harta-harta mereka ada hak untuk
orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat
bagian[1417].(Adz Dzariyat :19).
8. Zakat Uang Koperasi
Bardasarkan keputusan konferensi Lembaga Fiqih
Islam yang keempat di jedah tahun 1998, dimana ketua PP Majlis Tarjih
Muhammadiyah turut menghadirinya sebagai wakil Indonesia. Diputuskan zakat
harta saham antara lain :
- Wajib mengeluarkan zakat harga saham bagi pemilik-pemilik syirkah (seperti PT….. koperasi di indonesia)
- b. Pengeluaran zakat oleh pemilik Syirkah itu sebagaimana pengeluaran zakat perorangan untuk hartanya. Maksudnya ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi zakat perorangan itu menjadi ketentuan zakat yang dilakukan oleh pengurus syirkah
Pengeluaran zakat harta syirkah ini atas dasar
mewakili pemegang saham. Karenanya tidak perlu dikeluarkan zakat harta yayasan
yang bergerak dalam urusan kesejahteraan umumseperti yayasan yang mengurus
wakaf umum dan yayasan yang mengurus anak yatim dan orang tua jompo.
Melihat keputusan itu koperasi tidak perlu membayar
zakatnya sejumlah 2,5 % kali jumlah modal koperasipada akhir tahun, sekalipun
jumlah modal mencapai 55 juta lebih melihat ukuran nisab telah tercapai.
C. Hukum Zakat
Mengeluarkan zakat hukumnya wajib bagi tiap-tiap
muslimyang mempunyai harta benda menurut ketentuan yang telah ditetapka oleh
islam. Orang yang mengingkari zakatnya dihukum kafir.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang mewajibkan zakat :
Allah berfirman dalam QS. Al Bayyinah ayat 5
Artinya :
”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan
yang demikian Itulah agama yang lurus.”( QS. Al Bayyinah : 5).
Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 43:
Artinya :
”dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’[44]” (S. Al Baqarah : 43)
Allah berfirman dalam QS At Taubah ayat 5:
Artinya :
”apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu[630],
Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan
tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. jika
mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah
kebebasan kepada mereka untuk berjalan[631]. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”(At Taubah : 5)
Allah berfirman dalam QS At Taubah ayat 11
Artinya :
”jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan
menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan Kami
menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (At Taubah : 11)
D. Hikmah Zakat
- menaati secara sempurna perintah Allah SWT untuk mengeluarkan infak (zakat)
- Melaksanakan sistem sosial Islam dengan iklas dan iman yang kokoh, karena yakin zakat adalah wahyu Allah untuk kesejahteraan umat
- Menghidupkan solidaritas sosial dan tolong menolong sesama muslim
- mensucikan jiwa dan membersihkan harta kekayaan yang kadang tidak tahu dari mana asal usulnya
- Alat penghubung bagi yang kaya dan miskin, melenypkan kesenjangan yang menimbulkan kecemburuan sosial
E. Zakat Fitrah
Adalah zakat yang pribadi yang harus dikeluarkan
pada saat hari raya fitrah.
Dari Abu ”abbas ra…ia berkata : Rasulullah
mewajibkan zakat fitrah itu selaku pembersih dari pada perbuatan sia-sia dan
omongan yang kotor, dari orang yang berpuasa dan sebagai makanan bagi orang
niskin: maka barang siapa menunaikan sebelum salat ied itu adalah zakat fitrah
yang diterima, dan barang siapa menunaikanya stelah salad ied maka itu hanyalah
suatu sadaqhah biasa. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah
dan disahkan Hakim)
Menilik Firman Allah SWT dalam Surat Ath Thalaaq
ayat 7
Artinya :”hendaklah orang yang mampu memberi nafkah
menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban
kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah
kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”
Orang-orang yang berhak menerima zakat
Orang-orang yaang berhak menerima zakat pada
umumnya baik zakat harta, zakat tanaman dan sebagainya sebagai perluasan zakat
diwajbkan di makkah dan belum dirinci obyek-obyek yang dizakati. Baru pada
tahun kedua hijrah zakat itu ditegaskan tentang harta yang wajib dizakati dan
jumlahnya. Maka menjelang tahun ke-9 Hijriah ditentukan pula orang-orang yang
berhak menerima zakat sebagai mana disebutkan dalam Al Qur’an surat At
Taubah ayat 60
Artinya :”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para
mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana[647].
Hadis Riwayat Ibnu Abbas
Artinya :
” Dari Ibnu Abbas ia berkata: ” Rasulullah saw
telah memfardukan zakat fitrah untuk mensucikan diri orang yang berpuasa dari
perkataan sia-siadan busuk serta memberi makan kepada orang-orang miskin. Maka
siapa yang melakukanya sebelum shalad ’Id itulah zakat yang diterima sedang
yang melakukan sesudah shalat maka itu sekedar shadaqah (HR. Abu Daud, Ibnu
Majah, dan Al Hakim dengan catatan hadis ini sahih menurut syarah Bukhary. Ad
Daruquthny berkata bahwa diantara perawi hadis ini tidak ada seorangpun yang
tercela)
Syarat-syarat wajib zakat
- Islam
- mempunyai kelebihan makanan untuk sehari semalam bagi seluruh keluarganya pada waktu terbenam matahari dari penghabisan bulan ramadhan
- orang-orang yang bersangkutan hidup dikala matahari terbenam pada akhir bulan Ramadhan.
Zakat fitrah bagi yang belum dewasa
Kewajiban membayar zakat bagi anak kecil termaktub
dalam hadis :
Artinya :”Dari Ibnu Umar ra. Ia berkata
:”Rasulullah saw memfardukan (membayarzakat fitrah dibulan ramadhan, satu sha’
berupa tamar (kurma yang telah masak)satu sha’ berupa syair(jewawut, jelai dsb)
pada hamba, orang merdeka,perempuan, anak kecil dan orang tua dari orang Islam
Islam ”
(Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar).
Lebih jauh bahwa pemberian itu dibebankan pada
kepala keluarga yang memberi nafkah pada mereka, yakni didasarkan pada riwayat
Jamaah dari Abu Sa’id Al Khudry :
Artinya :” Berkata Abu Sa’id Al Khudry :”keadaan
kami dahulu, dimasa Rasulullah masih hidup bersama kami, kami mengeluarkan
zakat fitrah untuk anak kecil, orang tua, baik orang tua atau hamba sahayamaupun
merdeka, satu sha’ dari makanan atau satu sha’ keju atau satu sha’ jewawut atau
satu sha’ tamar atau satu sha’ kismis dan lain sebagainya ”(HR. Segolongan Ahli
Hadis)
Pada hadis pertama tentang pengeluaran zakat fitrah
untuk anak, budak dan sebaginya yang pelaksanaanya disebutkan pada hadis kedua
dilakukan oleh orang tua atau tuanya. Pembayaran zakat bagi anak kecil yang
tidak mempunyai harta sendiri dilakukan oleh orang tua atau tuanya.
Keterangan :
[647] Yang berhak menerima zakat Ialah: 1. orang
fakir: orang yang Amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga
untuk memenuhi penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak cukup
penghidupannya dan dalam Keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang
diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir
yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih
lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang
ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang berhutang karena
untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun
orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya
itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah):
Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin
ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga
kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan
lain-lain. 8. orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami
kesengsaraan dalam perjalanannya.
BAB V
HAJI
- Definisi haji
Haji menurut etimologi adalah menyengaja atau menuju.
Sedangkan menurut istilah
syara’ adalah sengaja mengunjungi ka’bah (baitullah)
di makkah untuk melaksanakan
ibadah kepada Allah SWT. dengan syarat dan rukun
yang telah ditentukan .[11]
- Hukum dan dalilnya
Ibadah haji adalah suatu kewajiban yang dalam seumur
hidup cukup dilakukan sekali oleh setiap orang baik laki-laki maupun perempuan,
dengan syarat-syarat tertentu, oleh karena ini kita sebagai orang islam wajib
untuk menunaikan haji bagi yang sudah diberi kamampuan untuk melaksanakannya,
karena haji merupakan salah satu rukun islam.
Firman Allah SWT.
Artinya : Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah yaitu bagi orang
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke baitullah
(Q.S. Ali Imran : 97)
C. Syarat haji
1. Beragama islam
2. Baligh (dewasa)
3. Berakal (aqil)
4. merdeka (bukan budak)
5. Mampu (istita’ah)
D. Rukun haji
1. Ihram ialah niat menunaikan ibadah haji bersamaan
dengan memakai baju iharam.
2. Wukuf adalah berdiam diri di arafah pada waktu
dzuhur tanggal 9-10 dzulhijjah menjelang fajar.
3. Tawaf adalah mengelilingi ka’bah sebanyak 7
kali.
4. Sai adalah berlari-lari kecil antara bukit safa
dan marwah.
5. Tahallul adalah mencukur rambut
sekurang-kurangnya 3 helai.
6. Tertib adalah tidak menginggalkan salah satu
rukun tersebut.
2. UMRAH
A. Definisi umrah
Umrah menurut etimologi adalah ziarah, sedangkan
menurut istilah syara’ adalah berziarah ke baitullah dengan cara tertentu yang
bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
B. Hukum dan dalilnya
Ibadah umrah adalah fardlu ain dalam seumur hidup
satu kali, seperit haji. Misalnya kewajiban itu secara segera atau nanti-nanti.
Dalil tentang kefardhluannya adalah firman Allah SWT. Artinya : Dan
sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah(Q.S.Al-Baqorah:196).
Maksud dar ayat di atas adalah perintah untuk menyempurnakan sesudah mulai mengerjakan mengingat kalau sudah mulai di kerjakan, maka wajib di selesaikan oleh kaum muslimin (orang islam)
Maksud dar ayat di atas adalah perintah untuk menyempurnakan sesudah mulai mengerjakan mengingat kalau sudah mulai di kerjakan, maka wajib di selesaikan oleh kaum muslimin (orang islam)
C. Syarat umrah
Pada dasarnya syarat umrah sama halnya dengan
syarat haji sebagaimana telah dibahas dalam bab haji.
D. Rukun umrah
1. Ihram dengan niat karena allah sambil mengatakan
“labbaika umratan” artinya aku memenuhi panggilanmu untuk melakukan umrah.
2. Tawaf adalah mengelilingi ka’bah seperti dalam
tawaf haji.
3. Sai adalah berlari-lari kecil antara bukit safa
dan marwah.
4. Tahallul.
5. Tertib.
3. Perbedaan dan persamaan haji dan umrah
a) Perbedaan haji dan umrah
1. Niatnya yang berbeda
2. Rukun-rukunnya, yaitu haji ada enam, sedangkan
rukun umrah hanya lima.
3. Waktu pelaksanaannya, ibadah haji dilaksanakan
pada waktu tertentu mulai dai bulan syawal hingga terbit fajar tanggal 10
Dzulhijjah, sedangkan umrah boleh dilakukan kapan saja.
4. Umrah disebut juga haji kecil, sedangkan haji
tidak ada sebutan tersebut.
b) Persamaan haji dan umrah
1. Hukumnya keduanya sama-sama fardu ain.
2. Keduanya sama-sama mempunyai syarata-syarat
wajib.’
Berikut tata cara pelaksanaan Ibadah Haji, semoga
bisa memberikan pengarahan, namun yang terbaik adalah bertanya dan praktek
langsung dengan ahlinya.[12]
1.
Melakukan ihram dari mîqât yang telah ditentukan
Ihram dapat dimulai sejak awal bulan Syawal dengan
melakukan mandi sunah, berwudhu, memakai pakaian ihram, dan berniat haji dengan
mengucapkan Labbaik Allâhumma hajjan, yang
Artinya
“aku datang memenuhi panggilanmu ya Allah, untuk
berhaji”. Kemudian berangkat menuju arafah dengan membaca talbiah untuk
menyatakan niat:
Labbaik Allâhumma labbaik, labbaik lâ syarîka laka
labbaik, inna al-hamda, wa ni’mata laka wa al-mulk, lâ syarîka laka
Artinya:
Aku datang ya Allah, aku datang memenuhi
panggilan-Mu; Aku datang, tiada sekutu bagi-Mu, aku datang; Sesungguhnya segala
pujian, segala kenikmatan, dan seluruh kerajaan, adalah milik Engkau; tiada
sekutu bagi-Mu.
2.
Wukuf di Arafah
Dilaksanakan pada tanggal 9 Zulhijah, waktunya
dimulai setelah matahari tergelincir sampai terbit fajar pada hari nahar
(hari menyembelih kurban) tanggal 10 Zulhijah.
Saat wukuf, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu: shalat jamak taqdim dan qashar zuhur-ashar, berdoa, berzikir bersama, membaca Al-Qur’an, shalat jamak taqdim dan qashar maghrib-isya.
Saat wukuf, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu: shalat jamak taqdim dan qashar zuhur-ashar, berdoa, berzikir bersama, membaca Al-Qur’an, shalat jamak taqdim dan qashar maghrib-isya.
3.
Mabît di Muzdalifah, Mekah
Waktunya sesaat setelah tengah malam sampai sebelum
terbit fajar. Disini mengambil batu kerikil sejumlah 49 butir atau 70 butir
untuk melempar jumrah di Mina, dan melakukan shalat subuh di awal waktu,
dilanjutkan dengan berangkat menuju Mina. Kemudian berhenti sebentar di masy’ar
al-harâm (monumen suci) atau Muzdalifah untuk berzikir kepada Allah SWT (QS
2: 198), dan mengerjakan shalat subuh ketika fajar telah menyingsing.
4.
Melontar jumrah ‘aqabah
Dilakukan di bukit ‘Aqabah, pada tanggal 10
Zulhijah, dengan 7 butir kerikil, kemudian menyembelih hewan kurban.
5.
Tahalul
Tahalul adalah
berlepas diri dari ihram haji setelah selesai mengerjakan amalan-amalan haji.
Tahalul awal, dilaksanakan
setelah selesai melontar jumrah ‘aqobah, dengan cara
mencukur/memotong rambut sekurang-kurangnya
3 helai.
Setelah tahalul, boleh memakai
pakaian biasa dan melakukan semua perbuatan yang dilarang
selama ihram, kecuali berhubungan
seks.
Bagi yang ingin melaksanakan
tawaf ifâdah pada hari itu dapat langsung pergi ke Mekah untuk
tawaf. Dengan membaca talbiah
masuk ke Masjidil Haram melalui Bâbussalâm (pintu salam)
dan melakukan tawaf. Selesai
tawaf disunahkan mencium Hajar Aswad (batu hitam), lalu shalat
sunah 2 rakaat di dekat makam
Ibrahim, berdoa di Multazam, dan shalat sunah 2 rakaat di Hijr
Ismail
(semuanya ada di kompleks Masjidil Haram).
Kemudian melakukan sa’i antara
bukit Shafa dan Marwa, dimulai dari Bukit Shafa dan berakhir
di Bukit Marwa. Lalu dilanjutkan
dengan tahalul kedua, yaitu mencukur/memotong rambut
sekurang-kurangnya 3 helai.
Dengan demikian, seluruh
perbuatan yang dilarang selama ihram telah dihapuskan, sehingga
semuanya kembali halal untuk dilakukan.
Selanjutnya kembali ke Mina sebelum matahari
terbenam untuk mabît di sana.
6.
Mabît di Mina
Dilaksanakan pada hari tasyrik (hari yang
diharamkan untuk berpuasa), yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah. Setiap
siang pada hari-hari tasyrik itu melontar jumrah ûlâ, wustâ, dan ‘aqabah,
masing-masing 7 kali.
Bagi yang menghendaki nafar awwal
(meninggalkan Mina tanggal 12 Zulhijah setelah jumrah sore hari), melontar
jumrah dilakukan pada tanggal 11 dan 12 Zulhijah saja. Tetapi bagi yang
menghendaki nafar sânî atau nafar akhir (meninggalkan Mina pada tanggal
13 Zulhijah setelah jumrah sore hari), melontar jumrah dilakukan selama tiga
hari (11, 12, dan 13 Zulhijah).
Dengan selesainya melontar jumrah maka selesailah seluruh rangkaian kegiatan ibadah haji dan kembali ke Mekah.
Dengan selesainya melontar jumrah maka selesailah seluruh rangkaian kegiatan ibadah haji dan kembali ke Mekah.
7.
Tawaf ifâdah
Bagi yang belum melaksanakan tawaf ifâdah ketika
berada di Mekah, maka harus melakukan tawaf ifâdah dan sa’i. Lalu melakukan
tawaf wada’ sebelum meninggalkan Mekah untuk kembali pulang ke daerah asal.
Macam-macam Haji
Dalam melakukan ibadah haji terdapat tiga cara,
yaitu: Tamattu, Qiran dan Ifrad.[13]
Haji Tamattu’ ialah
berihram untuk umrah pada bulan-bulan haji (Syawwal, Dzulqaidah dan sepuluh
hari pertama bulan Dzulhijjah), dan diselesaikan umrahnya pada waktu-waktu itu.
Kemudian berihram untuk haji dari Mekkah atau sekitarnya pada hari Tarwiyah
(tgl. 8 Dzulhijjah) pada tahun umrahnya tersebut.
Haji Qiran ialah,
berihram untuk umrah dan haji sekaligus, dan terus berihram (tidak tahallul)
kecuali pada hani nahr (tgl. 10 Dzulhijjah). Atau berihram untuk umrah terlebih
dahulu, kemudian sebelum melakukan thawafumrah memasukkan niat haji.
Haji Ifrad ialah,
berihram untuk haji dari miqat atau dari Mekkah bagi penduduk Mekkah, atau dari
tempat lain di daerah miqat bagi yang tinggal disitu, kemudian tetap dalam
keadaan ihramnya sampai hari nahn, selanjutnya melakukan thawaf, sa’i, mencukur
rambut dan bertahallul.
lbadah haji yang lebih utama ialah haji Tamattu’,
karena Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam
memerintahkan hal itu dan menekankannya kepada para shahabat.
memerintahkan hal itu dan menekankannya kepada para shahabat.
Sumber : Petunjuk Haji dan Umrah, Kantor Dakwah Dan
Penyuluhan, Al Sulay – Riyadh.
DAFTAR
PUSTAKA
Himpunan PP Muhammadiyah. Tanya Jawab Agama,
Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Pers “Suara Muhammadiyah” 1990.
Aditya, Al Islam, Yogyakarta : Pustaka Suara Muhammadiyah. 1996.
Sari, Elsi Kartika, Pengantar Hukum Zakat dan Waqaf, PT. Crasindo, Jakarta, 2007.
Amir
Syarifuddin, garis-garis besar besar
fiqh, Prenada Media, Jakarta: 2003.
Abdul Kadir Nuhuyanan. Pedoman Dan Tuntunan Shalat Lengkap, Jakarta:
Gema Insani. 2008.
[1] Fiqih Islam
[2] Amir Syarifuddin, GARIS-GARIS
BESAR BESAR FIQH, Prenada Media : (Jakarta,2003)
h.17-20
[3] Prof. Dr. Amir Syarifuddin,
garis-garis Besar Fiqih, hlm. 17
[4] Ibidh, GARIS-GARIS BESAR FIQH
[5] Ibid, KULIAH IBADAH
[6] Drs. Abdul Kadir Nuhuyanan. Pedoman
Dan Tuntunan Shalat Lengkap, (Jakarta: Gema Insani. 2008). Hlm. 86
[7] Nasrul Umam. Shalat Sunnah Hikmah dan panduan, (Jakarta: PT. Qultum
Media, 2007). Ringkasan hal. 1-159
[8] Drs.Slamet Abidin, Fiqih Ibadah, (Bandung : Pustaka Setia, 1998)
[9] Prof . Dr. H. Ahmad Thib Raya, Menyelami seluk-beluk Ibadah dalam
Islam, (Bogor; kencana, 2003 )
[10] Muhammad bagir al-habsyi,
[11] Muhammad Bagir, Fiqih Praktis
I (Menurut Al-Qur’an As-Sunnah dan
Pendapat para Ulama), (Bandung: Karisma, 2008) hlm. 377
[12] Muhammad Bagir, Fiqih Praktis
I (Menurut Al-Qur’an As-Sunnah dan
Pendapat para Ulama), (Bandung: Karisma, 2008) hlm. 388
[13] Hasbiyallah, Fiqih
(Bandung; Grafindo Media Pratama, 2006), hlm. 81
Tidak ada komentar:
Posting Komentar