PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG MASALAH
Al-qur’an Al-karim adalah sumber hukum
pertama bagi umat Muhammad, kebahagian mereka tergantung kepada kemampuan
memahami maknanya. Pengetahuan rahasia-rahasianya dan
pengalaman-pengalaman orang terdahulu
yang terkandung didalamnya. Kemampuan
setiap orang dalam memahami Al Quran
sangatlah berbeda, sebab umat Muhammad tidak semuanya dari Arab, tapi ada juga
yang non Arab, sedangkan Al Quran menggunakan bahasa Arab.
Perbedaan daya nalar diantara
mereka ini adalah suatu hal yang tidak dipertentangkan lagi. Kalangan awam
hanya dapat memahami makna-makna laahirnya yang bersifat global. Sedangkan
kalangan cendikawan dan terpelajar dapat memahami dan menyikapi makna-maknanya
secara menarik maka, tidak mengherankan jika Al Quran mendapatkan perhatian
besar dari umat Muhammad melalui pengkajian intensif terutama dalam menafsirkan
kata-kata yang gharib dan menakwilkan suatu redaksi kalimat serta penerjemahan
bahasa Al Quran.
- RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Tafsir, Takwil dan Terjemah?
2. Apa saja pembagian tafsir menurut
sumbernya?
PEMBAHASAN
A. TAFSIR
1. Pengertian Tafsir
Tafsir menurut bahasa diambil dari
kata Fassara-Yufassiru yang berarti menjelaskan atau dari kata Fasrun yang
berarti membuka, membedah sesuatu yang rumit.[1]
Jika kata Tafsir dinyatakan dengan kata “At Tafsir” berarti menyikapkan suatu
lafadz yang musykil.[2] Dalam AL Quran
dinyatakan:
وَلَايَأ تُو نك بمثل
الا جئنتك بالحق واحسن تفسيراُُ
“tidaklah mereka datang
kepadamu membawa sesuatu yang ganjil, melainkan kami datang kepadamu sesuatu
yang benar dan paling baik penjelasannya” (Al
Furqan: 33)
Berkata Ibnu Abbas tentang firman
Allah (واحسن تفسيرا) artinya lebih baik penjelasannya. Jadi kata tafsr bermakna
penjelasan ataupun keterangan.
Abu Hayyan mendefinisikan Tafsir
sebagai, “Ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafadz-lafadz Al Quran, indikator-indikatornya,
masalah hukum-hukumnya baik yang independen maupun yang berkaitan dengan yang
lain, serta tentang makna-maknanya yang berkaitan dengan kondisi struktur
lafadz yang melengkapinya”
Kemudian Abu Hayyan menjelaskan
unsur-unsur definisi tersebut, yaitu “ ilmu adalah kata jenis yang meliputi
segala macam ilmu. ” Yang membahas cara mengucapkan lafadz-lafadz Al Quran ,
ini mengacu kepada ilmu Qiraat. “Indikator-indikatornya” adalah
pengertian-pengertian yang ditunjukkan oleh lafadz-lafadz itu, ini mengacu
kepada ilmu bahasa yang dalam ilmu Tafsir ini. Kata-kata “Hukum-hukumnya baik
yang independen maupun yang berkaitan dengan lainnya”, ini meliputi ilmu Saraf,
ilmu ‘Irab, ilmu Bayan, dan ilmu Badi’. Kata-kata “makna-maknanya yang
berkaitan dengan kondisi struktur lafadz yang melengkapinya,” meliputi pengertiannya
yang hakiki dan majazi, suatu struktur kalimat terkadang menurut lahirnya
menghendaki suatu makna tertentu tetapi terdapat penghalang, sehingga susunan
kalimat tersebut mesti dibawa ke makna yang bukan makna lahir, yaitu majaz. Dan
kata-kata “Hal-hal yang melengkapinya”, mencakup pengetahuan tentang nasakh,
Asbab An Nuzul, kisah-kisah dan lain sebagainya.
Menurut Adzarkasyi, Tafsir adalah
ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad,
menerangkan makna-maknanya serta mengeluarkan hukum dan hikmah-hikmahnya.[3]
2. Metode Tafsir
Metode tafssir adalah suatu cara
untuk memahami makna isi kandungan Al Quran secara mendalam dari berbagai
aspek, sehingga bisa memahami Al Quran dengan benar.
Macam-macam metode tafsir:
Dari beberapa penafsiran Al Quran
yang berkembang dikalangan ahli Tafsir, para ulama menentukan bahwa ada empat
macam metode yang digunakan oleh para mufassir dalam mentafsirkan ayat-ayat Al
Quran.
a) Metode Tafsir Tahlili
Metode Tafsir Tahlili adalah tafsir
yang menyoroti ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala makna dan aspek
yang terkandung didalamnya sesuai urutan bacaan yang terdapat dalam mushaf
Utsmani.
Metode Tafsir Tahlili ini adalah
metode Tafsir yang tertua dibandingkan metode tafsir yang lainnya. Metode
tafsir ini telah ada sejak masa para sahabat Nabi, sejak zaman klasik dan zaman
pertengahan. Pada mulanya tafsir Tahlili terdiri atas beberapa bagian ayat
saja, kadang kala mencakup penjelasan mengenai kosa katanya. dalam perkembangan
selanjutnya, para ahli tafsir merasakan kebutuhan untuk menafsirkan AL Quran
seluruhnya.
Pada akhir abad ke tiga dan awal
abad ke empat H atau abad 10 M, ahli-ahli tafsir seperti Ibnu Majah, At Thabari
mulai mengkaji keseluruhan isi Al Quran dan membuat model-model tafsir yang
maju dengan metode ini[4].
Diantara kitab-kitab tafsir yang
menggunakan mertode ini ialah kitab tafsir karya Fakhruddin Ar Razi, dan
tafsir Ibnu Jarir At Thabari.
Namun metode ini juga mempunyai
beberapa kelemahan yaitu: metode ini sering digunakan mufassir sebagai alat
untuk melegistimasi pendapat-pendapatnya dengan dali-dalil Al-Quran. Sehingga
nilai objektifitas penafsiran menjadi berkurang.
Sebagai metode yang luas, maka
corak-corak penafsiran yang menggunakan metode ini juga banyak. Para Ulama
kemudian membagi corak penafsiran ini kepada tujuh macam: 1. Tafsir bil Matsur,
2. Tafsir bil Rayi, 3. Tafsir Fiqh, 4. Tafsir Sufi, 5. Tafsir AL Falsafi, 6.
Tafsir Ilmi, 7. Tafsir Adabi Ijtimaie.
b) Metode Tafsir Ijmali
Metode Ijmali adalah metode
penafsiran terhadap ayat-ayat Al Quran dengan cara singkat, padat dan global.
Dengan metode ini mufassir menjelaskan makna ayat-ayat Al Quran secara global,
sistematikanya mengikuti urutan surah-surah Al Quran, sehingga makna-maknanya
dapat saling berhubungan.
Dalam menafsirkan ayat Al Quran
dengan metode ijmali ini para mufassir ini juga meneliti, mengkaji, dan
menyajikan sabab nuzul atau peristiwa yang melatar belakangi turunnya
ayat, dengan cara meneliti Hadits-hadits yang berhubungan dengannya.
Keistimewaan metode ini antara lain
ialah: mufassir menafsirkan ayat-ayat Al Quran apa adanya tanpa menghubungkan
kepada hal-hal lain di luar keagungan arti ayat tersebut. Uraian penafsiran
tehadap ayat-ayat al Quran mudah dipahami dan dimengerti, tidak bertele-tele
dan tidak berbelit-belit. Maksud yang dikandung oleh suatu ayat dapat ditangkap
dengan mudah dan cepat. Objektifitas penafsiran tinggi karena mufassir tidak
banyak menggunakan improvisasi[5].
Sedangkan kelemahan metode ini ialah:
penafsiran ayat-ayat al-quran sangat sempit dan terbatas. Rahasia-rahasia dan
hikmah yang terkandung di dalam ayat
tidak terungkap banyak. Pembahasan terhadap pokok-pokok masalah tidak tuntas.
Kitap tafsir yang di susun dengan
metode Ijmali antara lain : Tafsir Al-quranulkarim, karya Muhammad Farid
Wajdi, seorang mufassir kontemporer asal Mesir. Kitab al-Wasith, karya
Team Majmaul Buhuts al Islamiyah. Tafsir al Jalalain, karya Jalaluddin Suyuti
dan Jalaluddin al Mahalli.
c) Metode Muqarran
Metode Muqarran ialah suatu metode
tafsir dengan menggunakan perbandingan antara satu dengan lainnya. Misalnya,
seperti filsafat, hukum dan sebagainya.
d) Metode Madlui
Metode Madlui ialah suatu metode
tafsir dengan menggunakan pilihan topik-topik al-Quran. Metode tematik yang
memilih persoalan-persoalan social politik, social ekonomi dan sebagainya.
Awalnya untuk kepentingan penelitian tetapi kemudian berkembang menjadi jenis
tafsir kontemporer. Maka Ibnu Qayyim menulis At Tibyan fie Aqsamil
Quran, Abu Ubaidah menulis Majazul Quran, Ar Raghib al Isfahany
mengarang kitab Mufradaatul Quran, Abu Hasan Al Wahidi mengarang Asbabun
Nuzul, Abu Ja’far An Nuhas mengarang An-Nasikh wal Mansukh,
Rasyid Ridha, dengan Al Wahyul-Muhammadie dan Qurais Syihab, Wawasan
al Quran[6].
Tafsir menurut
sumbernya
Tafsir menurut sumbernya disebut
dengan Tafsir bil-Matsur atau Tafsir Riwayat. Tafsir Riwayat adalah suatu corak
penafsiran al Quran secara tekstual dengan menjadikan ayat atau Hadits Nabi
serta pendapat para sahabat dan tabiin sebagai landasan utama dalam penafsiran.
Al Matsur secara harfiyah berarti penafsiran dengan menggunakan riwayat sebagai
sumber pokoknya. Karena itu tafsir ini dinamakan dengan Tafsir bil Riwayah.
Ditinjau dari sumbernya, penafsiran
seperti ini terbagi kepada empat jenis, yaitu:
1. Tafsir Al-qur’an dengan Al-qur’an
Ayat-ayat Al Quran menurut para
ahli tafsir sebagiannya itu memberikan penafsiran terhadap ayat yang lain.
Tafsir semacam ini paling kuat, sebab ayat yang ditafsirkan bersifat Qathiyul
Wurud (pemindahannya mutlak).
Ayat alQuran yang dijelaskan secara
umum pada suatu tempat dijelaskan pada tempat lain secara terperinci. Bagian
yang belum dijelaskan pada satu tempat dijelaskan pada tempat lain. Ayat yang
tidak terbatas pesan dan pengertiannya (mutlak) pada suatu surat menjadi
terikat pada surat lain (mukayyat). Ayat yang bersifat ‘am (umuum) pada suatu
konteks ditaksiskan pada konteks lain.
Diantara ayat-ayat al Quran yang
dipandang menafsirkan ayat al Quran yang lainnya adalah sebagai berikut:
Contoh penafsiran surah al Fatihah ayat 6 yang
ditafsirkan oleh ayat 7, kemudian surta al Fatihah ayat yang ditafsirkan dengan
surah An Nisa’ ayat 68-69.[7]
2. Tafsir Al-Qur’an dengan As-sunnah
Penafsiran al Quran dengan as
Sunnah didasarkan atas firman Allah dalam surah An Nahl ayat 43-44 yang
artinya:
“Dan tidak adalah yang kami utus
sebelummu selain manusia lelaki kepada mereka kami beri wahyu. Maka tanyakanlah
kepada ahli risalah, jika kamu tidak tahu. (kami utus mereka) dengan
tanda-tanda yang jelas dan kitab-kitab kenabian yang samar. Dan kami turunkan
kepadamu risalah ini supaya kau jelaskan kepada manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka renungkan.”
Contoh penafsiran al Quran dengan
Sunnah antara lain sebagai berikut: Hamka mengutip riwayat dari Abdul bin
Humaid dari ar Rabi’ bin Anas bahwa suatu ketika orng bertanya kepada
Rasulullah saw. tentang siapa yang dimaksud dengan orang-orang yang sesat.
عير المغضوب عليهم ولا
الضالين
Lalu Rasulullah menjawab
“yang dimaksud dengan orang-orang yang dimurkai ialah Yahudi dan yang dimaksud
dengan orang-orang yang sesat adalah Nasrani[8]”
3. Tafsir dengan perkataan sahabat
Misalnya tafsir QS. An-Nashr :
اذا جاء نصر الله و
الفتح
Contoh Tafsir sahabat : Riawayat
dari Bukhari dalam Shahihnya dari Zaid bin Zubair dari Ibnu Abbas ia berkata:
Umar telah memasukkan saya ke tengah-tengah tokoh-tokoh Badar. Dan tampaknya di
antara mereka ada yang tidak suka dengan tindakan Umarmemasukkan saya ke
tengah-tengah mereka. Kata seorang di antara mereka. Kata seorang di antara
mereka “mengapa anak ini di sertakan dalam majelis ini, sedangkan kami juga
mempunyai anak kecil yang sseumuran dia?” lalu Umar menjawab : “Dia adalah
orang yang telah kalian kenal (disamping pandai dan cerdas dia adalah keluarga
Rasulullah)”.
“Pada suatu hari saya diminta
ddatang oleh Umar dalam suatu majelis bersama mereka. Tampaknya Umar memanggil
saya dalam majelis itu untuk memperlihatkan sesuatu pada mereka. Kata Umar
kepada mereka : “apa pendapat kalian
tentang makna dari ayat ini : “ Apabila telah dating pertolongan Allah dan
kemenangan (Idzaa jaaa nasrullaahi wal fathu QS. 100 : 1)? Sebagian di
antara mereka menjawab : “Kita diperintahkan untuk bertahmid kepada Allah dan
beristigfar kepada Allah bila telah memenangkan kita. Kemudian mereka berbondong-bondong
masuk Islam. Sedangkan yang lain diam saja. Kemudian Umar meminta kepada saya
untuk menjelaskan”Apa serupa itu juga pendapatmu,hai Ibnu Abbas ?” Aku menjawab
“tidak!” ia berkata :”Kalau begitu bagaimana pendapatmu ?” Aku berkata :”
kepadanya. Artinya Allah mengatakan kepada Nabi Muhammad saw apabila telah
datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama
Allah dengan berbondong-bondong ( QS.100 : 2 ), maka ini adalah tanda bagi
ajalmu. Oleh sebab itu, hendaklah kamu melaksanakan isi dan makna dari : Maka
bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepadaNya. Sesungguhnya Dia Maha
Pemberi taubat (QS. An-Nashr 100 : 3 )”, kemudian Umar berkata :” Sesungguhnya
aku tidak melihat penafsirannya selain dari apa yang kamu ucapkan tadi”[9].
4. Tafsir Tabi’in
Tafsir dengan pernyatan Tabi’in
yakni memindahkan penjelasan yang di sampaikan secara lisan maupun tulisan oleh
para Tabi’in dan di riwayatkan tarus menerus oleh para mufassir. Perkembangan
tafsir ini dapat dibagi menjadi : periode lisan,ketika penafsiran dari Nabi dan
para sahabat disebarluaskan secara riwayat dan periode tulisan, ketika
riwayat-riwayat sebelumnya tersebar luas secara lisan mulai dibukukan.
Kedudukan tafsir jenis ini tidak dapat disamakan dengan jenis tafsir yang
disebutkan diatas, karena selain tidak marfu’ tafsir jenis ini mendekati
penafsiran dengan rasio sehingga dapat disebut tafsir bil ra’yi.
Tafsir menurut coraknya
Tafsir ditinjau dari coraknya
terdapat tujuh macam :
1. Tafsir al-matsur
2. Tafsir bil Ra’yi ( Rasional)
Tafsir Rasional adalah tafsir yang didasarkan pada
rasio (akal), atau dinamakna juga dengan tafsir bil ijtihad yaitu tafsir yang
didasarkan pada pendapat pribadi mufassir. Meskipun para mufassir melakukan
penafsiran berdasarkan akal fikiran, namun ia tidak bebas mutlak.
3. Tafsir Al-fiqh (Tafsir hukum)
Tafsir Al-fiqh adalah tafsir Yang memfokuskan
perhatian kepada aspek hukum fiqh, karena itu para mufassir dalam menafsirkan
Al-qur’an selalu dikaitkan dengan persoalan hukum islam.
4. Tafsir sufi
Tafsir sufi adalah
tafsir yang di tulis oleh para sufi atau tafsir yang mengkhususkan
pembahasan masalah tasawuf[10].
5. Tafsir al-Falsafi (filsafat)
Tafsir al fasafi adalah tafsir yang banyak membahas
tentang persoalan filsafat
6. Tafsir ilmi (keilmuan)
Tafsir keilmuan adalah penafsiran al-qur’an tentang
berbagai hal yang berhubungan dengan bidang ilmu pengetahuan.
7. Tafsir adabul ijtimai’ie (sosiokultural)
Tafsir sosiokuitural penafsirtan ayat yang
menjelaskan tentang perubahan sosial-budaya yang terjadi di dalam masyarakat
dalam perspektif Al-qur’an.
B. Takwil
Takwil bearasal dari kata “aul”
yang berarti kembali[11],
seolah-olah memalingkan ayat kepada makna, yang menurut Abu Thalaib berkata: “
takwil ialah menerangkan bathin lafaz yaitu mengungkapkan tentang hakikat
maksudnya, seperti firman Allah(artinya): “ sesungguhnya Rabb-mu benar-benar
mengawasi”. Takwilnya ialah peringatan bagi orang yang mengabaikan perintah
Allah.[12]
C. Perbedaan tafsir dan Takwil
Para ulama berbeda pendapat tentang perbedaan antara
kedua kata tersebut.
·
Tafsir
adalah makna zahir dari ayat al-qur’an sedangkan takwil adalah menguatkan
sebagian makna, dari makna yang tercakup dari pengertian ayat tersebut.
·
Tafsir
adalah pengartian lahiriyah dari Al Quran yang pengertiannya secara tegas
menyatakan maksud yang dikehenddaki Allah SWT, sedangkan takwil ialah
pengertian pengertian tersirat yang diistimbathkan dari ayat-ayat al Quran yang
memerlukan perenungan dan pemikiran, serta merupakan sarana pembuka tabir.
·
Tafsir
menerangkan makna lafadz yang tak menerima dari satu arti, sedangkan takwil
adalah menetapkan makna yang dikehendaki suatu lafadz yang dapat menerima
banyak makna karena didukung oleh dalil.
·
Tafsir
menetapkan apa yang dikehendaki ayat dan menerapkan apa yang dikehendaki Allah,
sedangkan takwil adalah menyeleksi salah stau makna yang diterima ayat tanpa
meyakinkan itulah yang dikehendaki Allah.
·
Tafsir
menerangkan makna lafadz, baik berupa hakikat atau majaz, sedangkan takwil
adalah menjelaskan batin lafadznya saja[13].
D. Terjemah
Terjemah menurut bahasa berarti
salinan, menyalin dan memindahkan, sedangkan menurut istilah terjemah al Quran artinya memindahkan alQuran pada bahasa lain yang bukan bahasa arab dan
mencetak terjemah ini ke dalam beberapa naskah agar dapat dimengerti oleh orang
yang tidak bisa berbahasa arab sehingga ia bisa memahami maksud kitap Allah
dengan perantaraan terjemah[14].
Kata terjemah digunakan pada dua arti:
- Terjemah harfiah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-Lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama.
- Terjemah tafsiriah atau terjemah maknawiah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.
Mereka yang mempunyai pengetahuan
tentang bahasa-bahasa tentu mengetahui bahwa terjemah harfiyah dengan
pengertian sebagaimana di atas tidak mungkin dapat dicapai dengan baik jika
konteks bahasa asli dan cakupan semua maknanya tetap dipertahankan. Sebab
karekteristik setiap bahasa berbeda satu dengan yang lain dalam hal tertip
bagian-bagian kalimatnya. Sebagai contoh, jumlah fi’liyah (kalimat
verbal) dalam bahassa arab dimulai dengan “fi’il” (kata kerja yang berfungsi
sebagai predikat) kemudian fa’il (subjek), baik dalam kalimat tanya (istifham)
maupun lainya[15].
KESIMPULAN
- Tafsir adalah Ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafadz-lafadz Al Quran, indikator-indikatornya, masalah hukum-hukumnya baik yang independen maupun yang berkaitan dengan yang lain, serta tentang makna-maknanya yang berkaitan dengan kondisi struktur lafadz yang melengkapinya,
Takwil
ialah menerangkan bathin lafaz yaitu mengungkapkan tentang hakikat maksudnya.
Terjemah al Quran artinya memindahkan alQuran pada bahasa lain yang bukan bahasa arab dan
mencetak terjemah ini ke dalam beberapa naskah agar dapat dimengerti oleh orang
yang tidak bisa berbahasa arab sehingga ia bisa memahami maksud kitap Allah
dengan perantaraan terjemah.
- Pembagian tafsir menurut sumbernya di bagi empat
·
Tafsir
al-qur’an dengan Al-qur’an
·
Tafsir
al-qur’an dengan assunnah
·
Tafsir
dengan pernyataan sahabat
·
Tafsir
Tabi’in
DAFTAR
PUSTAKA
Muhammad
Ali Ash-Shabuuny, studi ilmu Al-qur’an, Bandung : CV Pustaka setia, 1991
Syaikh
Manna Al-Qaththan, Pengantar studi ilmu Al-qur’an, Jakarta Timur :
pustaka al-kausar, 2006
Drs.
Muhammad Chirzin, ulumul qur’an, Yogyakarta: PT. Amanah bunda sejahtera, 1998
Drs.
Salahuddin Hamid, studi ulumul qur’an, Jakarta Timur : PT. intimedia cipta
Nusantara, 2002
Nasr
Hamid Abu Zaid, Tekstualita Al-qur’an, Yogyakarta : LKIS Yogyakarta, 1993
[1] Salahuddin Hamid, Studi Ulumul Quran, (Jakarta Timur: PT
Inti Media Cita Nusantara, 2002), hlm. 322
[2] .Aunur Rafiq El Mazni(penerjemah), Pengantar Studi Ulumul Quran,
(Jakarta Timur: Pustaka Al Kausar,
2006), hlm.408
[3] .Aunur Rafiq El Mazni(penerjemah), Pengantar Studi Ulumul Quran,
(Jakarta Timur: Pustaka Al Kausar,
2006), hlm.409
[4] Salahuddin Hamid, study ilmu Qur’an, (Jakarta timur: PT.Intimedia
Cipta Nusantara, 2002), hlm 325
[5] Salahuddin Hamid, study ilmu Qur’an, (Jakarta timur:
PT.Intimedia Cipta Nusantara, 2002), hlm 326
[6] Salahuddin Hamid, study ilmu Qur’an, (Jakarta timur:
PT.Intimedia Cipta Nusantara, 2002), hlm 327
[7] Drs. Muh.chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, ( Yogyakarta:
PT dhana bakti Prima yasa, 2003), hlm. 150-152
[8] Salahuddin Hamid, study ilmu Qur’an, (Jakarta timur:
PT.Intimedia Cipta Nusantara, 2002), hlm 330
[9] Drs. Muh.chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, ( Yogyakarta:
PT dhana bakti Prima yasa, 2003), hlm. 155
[10] Salahuddin Hamid, study
ilmu Qur’an, (Jakarta timur: PT.Intimedia Cipta Nusantara, 2002), hlm 332
[11] Drs. Aminuddin (penerjemah), studi ilmu Al-qur’an,(Bandung:
Cv pustaka setia, 1998), hlm 192
[13] Aunur Rafiq El Mazni(penerjemah), Pengantar Studi Ulumul Quran,
(Jakarta Timur: Pustaka Al Kausar,
2006), hlm.412
[14] Drs. Aminuddin (penerjemah),
studi ilmu qur’an, ( Bandung: Cv. Pustaka setia, 1998) hlm 331
[15] Drs. Muzakkir , ulumul qur’an, (Jakarta: Pt. mitra kerjaya
Indonesia, 2003), hlm 443
Tidak ada komentar:
Posting Komentar